Sukses

Kekurangan Tenaga Ahli, Gaji Pegawai di Asia Pasifik Bakal Melonjak

Hasil penelitian terbaru Korn Ferry mengemukakan besaran gaji para tenaga ahli akan meningkat.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil penelitian terbaru Korn Ferry, firma organizational consulting global mengemukakan besaran gaji para tenaga ahli akan meningkat. Ini karena kurangnya jumlah tenaga ahli di Asia Pasifik.

Jika hal ini tidak segera teratasi, kenaikan gaji itu akan menyebabkan perusahaan harus menyiapkan biaya tambahan untuk gaji para tenaga ahli secara keseluruhan hingga mencapai lebih dari USD 1 triliun untuk bayar gaji setiap tahun di Asia Pasifik pada 2030. Hal tersebut akan kurangi keuntungan perusahaan sekaligus ancam kelangsungan bisnis.

"Kita memasuki era baru dalam bekerja di mana meskipun sumber daya manusia melimpah, namun jumlah tenaga ahli masih kurang: terdapat banyak sekali karyawan, namun sangat sedikit karyawan yang memiliki keahlian yang dibutuhkan perusahaan untuk membantu perusahaan tersebut bersaing,” kata Dhritiman Chakrabarti, Korn Ferry Head of Rewards and Benefits untuk wilayah Asia Pasifik, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (27/6/2018).

Ia menambahkan, kenaikan gaji ikuti kenaikan inflasi. Namun, gaji para tenaga ahli yang dibutuhkan akan melonjak ketika perusahaan memutuskan untuk bersaing dalam rekrut sumber daya manusia (SDM) terbaik.

Penelitian Korn Ferry Salary Surge memprediksi, dampak kekurangan tenaga ahli di tingkat global, yang mana kekurangan tenaga ahli itu telah dikemukakan pada penelitian sebelumnya yaitu Korn Ferry Global Talent Crunch.

Penelitian Korn Ferry Salary Surge memperkirakan dampak yang diakibatkan dari kurangnya tenaga ahli terhadap gaji di 20 negara dalam tiga periode, yaitu 2020, 2025 dan 2030.  Hal itu terjadi pada tiga sektor yang meliputi layanan finansial dan bisnis; teknologi, media dan telekomunikasi; serta manufaktur.

Penelitian ini mengukur berapa besaran kenaikan gaji yang harus dibayar oleh perusahaan, di atas besaran kenaikan yang disebabkan oleh inflasi. Studi penelitian pun dilakukan 20 negara.

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Prediksi di Indonesia

Indonesia diprediksi memiliki jumlah tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan sarjana atau lebih tinggi sebanyak 12,7 juta orang pada 2030.

Meskipun demikian, kebutuhan akan jumlah tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan sarjana atau lebih tinggi diperkirakan akan mencapai 16,5 juta orang di Indonesia pada 2030. Hal ini berarti Indonesia masih akan kekurangan 3,8 juta tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan sarjana atau lebih tinggi.

Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan hingga USD 76.397 miliar untuk membayar gaji tenaga kerja ahli pada 2030. Dari ketiga sektor tersebut yaitu layanan finansial dan bisnis; teknologi, media dan telekomunikasi (TMT) serta manufaktur, kekurangan tenaga ahli terbesar terjadi di sektor TMT, yang diprediksi mencapai 502.000 orang pada 2030.

"Perlu diingat bahwa pertimbangan karyawan untuk pindah kerja tidak hanya berdasarkan pada satu faktor gaji saja. Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik, sebaiknya juga harus berfokus kepada tenaga kerja yang mereka miliki saat ini serta melibatkan dan meningkatkan keahlian karyawan, “ kata Chakrabarti.

3 dari 3 halaman

Dampak Kenaikan Gaji di Asia Pasifik

Penelitian tersebut juga mengungkapkan dampak signifikan kenaikan gaji pada negara di Asia Pasifik. Di Jepang, perusahaan-perusahaan akan mengeluarkan biaya paling besar terkait kenaikan gaji karyawan. Jepang akan mengeluarkan biaya tambahan sekitar USD 468 miliar pada 2030.

Namun, negara lebih kecil dengan tenaga kerja yang terbatas akan merasakan dampak paling besar. Pada 2030, Singapura dan Hong Kong akan bayar gaji premium karyawan yang mana jumlah ini setara dengan lebih dari 10 persen produk domestik bruto (PDB) pada 2017.

China juga diprediksi keluarkan dana lebih dari USD 342 miliar untuk kenaikan gaji pada 2030.  Sedangkan India menjadi satu-satunya negara yang tidak akan terdampak dari kenaikan gaji karyawan. Ini karena tidak seperti negara-negara lainnya dalam penelitian ini, India berpotensi alami kelebihan tenaga kerja ahli dalam setiap periode penelitian.

Dalam penelitian disebutkan pada 2030, gaji premium rata-rata di Asia Pasifik untuk setiap karyawan adalah USD 14.710 per tahun. Namun, Hong Kong diprediksi hadapi biaya lebih tinggi terkait kenaikan gaji yang diperkirakan USD 40.359 per tahun untuk setiap tenaga ahli. Singapura akan keluarkan biaya USD 29.065 dan Australia lebih dari USD 28.625 pada 2030.

Di sektor usaha, sektor manufaktur menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di negara berkembang akan terhambat karena dampak signifikan dari kenaikan gaji itu. Kekurangan tenaga ahli di China akan capai lebih dari satu juta orang pada 2030. Ini akan sebabkan gaji premium yang akan dibayarkan hampir USD 51 miliar pada 2030, tertinggi dari negara yang diteliti.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.