Sukses

Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Segera Berlaku, Ini Bocoran Lengkapnya

Revisi pajak UMKM menjadi 0,5 persen atas omzet maksimal Rp 4,8 miliar akan berlaku dalam waktu dekat.

Liputan6.com, Jakarta - Penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun, termasuk koperasi segera diberlakukan. Pemerintah memangkas pajak UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen dari jumlah atau nilai peredaran bruto selama satu tahun maksimal Rp 4,8 miliar.

"Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)-nya sudah sampai pada tahap akhir. Jadi dari berbagai rapat harmonisasi yang diikuti oleh beberapa instansi seperti Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak, Kementerian Koperasi dan UKM serta Asosiasi UMKM, tarif PPh final baru yang dinyatakan dalam RPP adalah sebesar 0,5 persen," ujar Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Yuana Sutyowati Barnas dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (3/6/2018).

Kemenkop dan UKM sebelumnya melalui surat Menteri Koperasi dan UKM pada 2017 mengusulkan agar tarif PPh final melalui PP nomor 46 2013 yang dinilai masih memberatkan dapat diturunkan menjadi 0,25 persen. Revisi tersebut telah disepakati dan tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga kemungkinan dapat diberlakukan dalam waktu dekat.

"Nantinya akan ada perubahan signifikan dalam aturan tersebut, di antaranya penurunan tarif PPh final (pajak UMKM) dari 1 persen menjadi 0,5 persen atas omzet. Kedua, penerapan PPh final berbatas waktu," kata dia.

Yuana lebih jauh menjelaskan, pada RPP itu juga disebutkan ada kebijakan batas waktu (sunset clause) bagi wajib pajak (WP) yang menggunakan tarif final ini, yakni empat tahun untuk WP badan tertentu (koperasi, CV, dan firma), tiga tahun untuk WP Badan Perseroan Terbatas (PT), dan tujuh tahun untuk WP perorangan.

Melalui kebijakan sunset clause atau batas waktu pengenaan pajak, Kementerian Koperasi dan UKM mendorong para pelaku UMKM untuk semakin tertib pembukuan dan mengedukasi diri untuk tertib menyusun laporan keuangan.

"Jadi, setelah batas waktu tiba, WP dapat melaksanakan pembukuan dan menyelenggarakan kewajiban sesuai rezim umum atau pajak normal sesuai UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, mengacu pada Pasal 17," ungkap dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kemudahan Lain

RPP tersebut juga memberikan keleluasaan bagi UMKM yang merugi untuk menggunakan mekanisme pajak normal dengan menyampaikan laporan keuangan pada saat pelaporan SPT Tahunan, dengan mekanisme kompensasi kerugian selama 5 tahun. Namun, untuk tahun-tahun selanjutnya UMKM yang bersangkutan harus konsisten menggunakan tarif pajak normal.

Yuana tak menampik jika adanya sunset clause akan menuai berbagai tanggapan, terutama dari pelaku UMKM. Namun, dia menilai, kebijakan sunset clause sebagai sarana pembelajaran bagi WP Orang Pribadi maupun WP Badan, agar secara bertahap dapat melaksanakan pembukuan secara tertib.

Sebab, pembukuan dan pencatatan keuangan dalam proses bisnis merupakan keharusan sebagai bagian manajemen keuangan, antara lain dapat dipergunakan sebagai salah satu persyaratan untuk mengajukan pinjaman ke bank.

“Ini semangatnya positif. Dalam arti, diberi waktu dan pada akhirnya UMKM secara bertahap diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan pencatatan keuangan sesuai standar akuntansi. Sistem pembukuan merupakan salah satu needsuntuk peningkatan kinerja UMKM.”

 

3 dari 3 halaman

Keuntungan PPh Final Batas Waktu

Di sisi lain, Yuana menyatakan dengan diberlakukannya sunset clause, diharapkan pemerintah dapat mendukung melalui pelatihan dan pendampingan UMKM dalam penyusunan laporan keuangan, serta advokasi dan pemahaman kewajiban membayar pajak.

“Batas waktu (sunset clause) memberikan kebebasan UMKM untuk memilih sistem pajak final atau normal. Selama masa sunset clause, pemerintah secara paralel juga selayaknya melaksanakan pelatihan dan pendampingan dengan dukungan APBN dan APBD. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kontribusi pembayaran pajak dari UMKM," jelas dia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2016 jumlah UMKM di Indonesia mencapai 59,7 juta yang didominasi oleh pelaku usaha mikro.

"Maka dari itu, diharapkan peningkatan sinergi antarinstansi terkait di tingkat pusat maupun daerah untuk peningkatan kapasitas SDM UMKM di bidang administrasi dan pembukuan, serta kesadaran untuk membayar pajak," tandas dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini