Sukses

Sri Mulyani Bantah Ekonomi RI Sudah Lampu Kuning

Menkeu Sri Mulyani membantah jika kondisi perekonomian Indonesia saat ini disebut-sebut berada dalam lampu kuning.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membantah jika kondisi perekonomian Indonesia saat ini disebut-sebut berada dalam lampu kuning. Dirinya menegaskan, pemerintah akan selalu mewaspadai berbagai gejolak yang terjadi.

"Kita tetap akan melihat ekonomi secara waspada dan hati-hati, kita melakukan seluruh policy kita, respon terhadap situasi yang berkembang," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Sri Mulyani pun menegaskan bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi yang aman. Pertumbuhan ekonominya masih di atas 5 persen

"Pada dasarnya seluruh yang disebut makro ekonomi growth-nya di atas 5 persen, fiskal kita di bawah menuju 2 persen (defisit APBN), inflasinya sekitar 3,4 persen," ujarnya.

Sementara itu, tekanan yang dialami pada neraca pembayaran terjadi karena kurs rupiah yang sedang melemah.

"Neraca pembayaran kita mengalami tekanan karena current account defisit. Oleh karena itu, kita perlu melakukan adjusment terhadap situasi yang sekarang berkembang," tandas Sri Mulyani

 

Reporter : Yayu Agustini Rahayu Achmud

Sumber : Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelaku Pasar Lepas Dolar AS, Rupiah Mampu Perkasa

Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis pekan ini. Penguatan dolar AS dalam beberapa hari ini mendorong pelaku pasar merealisasikan keuntungan.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (24/5/2018), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 0,11 persen dari penutupan perdagangan kemarin di posisi 14.209 per dolar AS. Rupiah dibuka di posisi 14.192. Hingga Kamis siang ini, rupiah bergerak di kisaran 14.147-14.213 per dolar AS.

Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di posisi Rp 14.205 per dolar AS pada Kamis 24 Mei 2018. Sedangkan rupiah pada perdagangan kemarin 14.192.

"Penguatan rupiah secara teknikal. Dolar AS menguat dalam beberapa hari membuat pelaku pasar profit taking. Sejumlah mata uang pun menguat terhadap dolar AS," ujar Analis PT Bank Woori Saudara Tbk, Rully Nova saat dihubungi Liputan6.com.

Rully menambahkan, penguatan rupiah hanya sementara. Hal itu lantaran belum ada sentimen positif dari domestik.

“Indonesia alami defisit perdagangan pada April 2018. Itu mengkhawatirkan. Apalagi pertumbuhan ekonomi diperkirakan 5,2 persen pada kuartal II 2018 tak sesuai harapan,” kata Rully.

Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS) juga akan melanjutkan menaikkan suku bunga. Hal itu dapat membuat dolar AS makin perkasa. “Rupiah masih di kisaran 14.000-an per dolar AS,” ujar dia.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Joshua Pardede menuturkan, penguatan rupiah didorong sentimen eksternal Pelaku pasar merespons positif hasil notulensi rapat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve pada Mei 2018. Dari hasil rapat itu menunjukkan kalau bank sentral AS tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga.

Diperkirakan kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali. Hal itu membuat indeks dolar Amerika Serikat melemah terhadap mata uang negara berkembang. Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun pun turun di bawah tiga persen.

"Kecenderungan pasar merespons notulensi the Fed pada Mei lalu. Indeks dolar AS jadi agak melemah. Namun imbal hasil SUN kita masih sekitar 7,5 persen," ujar Joshua saat dihubungi Liputan6.com.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.