Sukses

Saatnya BI Kerek Suku Bunga Acuan Agar Rupiah Tak Semakin Parah

BI diminta segera menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin untuk meredam gejolak rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diminta untuk segera menaikkan suku bunga acuannya atau 7-Day Reverse Repo Rate. Hal ini sebagai salah satu langkah untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Tony Prasetiantono mengatakan, dalam kondisi seperti saat ini, kenaikan suku bunga sudah tidak bisa lagi ditunda. Sebab, kenaikan ini diyakini mampu meredam gejolak rupiah.

"Jadi mestinya menaikkan suku bunga menjadi opsi yang harus segera ditempuh. Ini sudah hitungan hari, detik, semua negara sudah lakukan, karena era suku bunga rendah sudah berakhir," ujar dia di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (9/5/2018).

Tony mengungkapkan, dengan kenaikan suku bunga, akan membuat pasar lebih tenang. Dengan demikian, pelemahan rupiah tidak berdampak lebih besar.

"Kalau kita tidak segera merespon, kita telat, secara psikologis akan membuat pasar semakin grogi. Ini Amerika sudah menaikkan, China, meski kecil tapi sudah naikkan suku bunga," kata dia.

Menurut Tony, BI hanya cukup menaikkan suku bunganya sekitar 25 basis poin. Hal ini akan menunjukkan jika Indonesia tetap tenang menghadapi gejolak ekternal.‎

"Coba dulu (naikkan suku bunga acuan) 25 basis poin, kita tidak ingin menunjukkan panik, jadi tidak mesti harus 50 basis poin. Kalau level langsung ke 50 basis poin, saya khawatir dampak ke psikologis," tandas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rupiah Tembus 14.000 per Dolar AS, Ini Kata Jokowi

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah hingga ke level 14.000.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, depresiasi mata uang tidak hanya terjadi pada Indonesia, tetapi negara lain juga mengalami kondisi serupa.

"Tapi apa pun ini memang semua negara mengalami," kata dia di Rokan Hilir, Riau, Rabu (9/5/2018).

Jokowi menjelaskan, semua negara mengalami depresiasi mata uang karena beberapa faktor. Salah satunya, terjadinya perang dagang (trade war) antara Amerika dan China.

"Yang pertama karena adanya perang dagang, isu perang dagang, perang negara besar," kata Jokowi.

Faktor penyebab lain dipicu klaim Amerika jika ekonominya membaik sehingga terus menaikkan suku bunga acuan. Hal itu memicu mata uang negara lain terdepresiasi.

"Kenaikan suku bunga AS yang mereka mungkin ada tiga atau empat kali, semua negara ini mengalami hal yang sama," dia menambahkan.

Jokowi memastikan selalu berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) mengenai kondisi rupiah. "Koordinasi terus, bahkan sebelum berangkat ke sini pun koordinasi," ungkap Jokowi.

Kendati demikian, Jokowi menyatakan ada pihak yang diuntungkan saat rupiah melemah, yaitu para eksportir.

"Kalau ekspor kan senang kalau tanya ini eksportir ini ya senang, semuanya hampir senang," dia menandaskan.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini