Sukses

Eksklusif Mendag: Dari Harga Beras hingga Impor Daging

Kenaikan permintaan dari masyarakat hingga stok yang kurang mencukupi kerap disebut menjadi penyebab kenaikan harga pangan jelang Ramadan dan Lebaran.

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan harga pangan jelang Ramadan dan Lebaran seakan sudah menjadi momok bagi masyarakat Indonesia selama ini. Harga daging, beras, sayuran, dan pangan lainnya seakan menjadi lebih sulit tergapai kocek masyarakat. Meski, pangan tersebut tetap dibeli demi memenuhi kebutuhan.

Kenaikan permintaan dari masyarakat hingga stok yang kurang mencukupi kerap disebut menjadi penyebab. Apakah kondisi serupa bakal kembali terulang di momen Ramadan dan Lebaran tahun ini?

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita buka-bukaan tentang kondisi harga dan stok pangan saat ini. Berbagai persiapan dikatakan telah dilakukan pemerintah. Bahkan tindakan tegas dipastikan akan dilakukan pemerintah, bagi siapa pun yang berniat menjadi spekulan dan memanfaatkan keadaan.

Tak hanya soal kondisi harga dan stok pangan, Mendag Enggartiasto pada kesempatan ini juga menjelaskan berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor nasional hingga 300 persen pada 2019. 

Berikut petikan wawancara Tim Liputan6.com dengan Mendag:

Beberapa waktu lalu beberapa harga bahan pangan seperti daging dan beras mengalami kenaikan. Kondisi harga ini bahkan kerap dijadikan bahan kritikan secara politik kepada pemerintah. Apa benar kondisinya seperti itu?

Harga pangan Januari-Februari terjadi kenaikan, itu betul. Tetapi sekarang pada akhir Maret dan April terutama, sudah terjadi penurunan yang signifikan. Kami sudah turunkan eselon I ke daerah.

Sampai saat ini sudah 26 provinsi dari 34 provinsi untuk melihat ketersediaan stok sudah terdistribusi dengan baik atau belum dan bagaimana perkembangan harganya. Semua hampir merata.

Hanya ada 1-2 tempat yang masih berada di atas harga eceran tertinggi, tetapi sudah terjadi harga eceran tertinggi di pasar-pasar tradisional, khususnya komoditi utama seperti beras, dan juga daging, telur daging ayam sedikit ada kenaikan tetapi saya mentolelir kenaikan itu karena pada dasarnya over supply. 

Dan beberapa waktu lalu di bawah standar. Jadi kita juga harus ada perimbangan antara kelangsungan hidup dari peternak dengan kepentingan masyarakat. Keseimbangan itu harus kita capai.

Jadi saya percaya kalau harga turun, dan kita Insya Allah akan memasuki bulan suci Ramadan dalam kondisi suplai yang cukup dan harga yang terkendalisesuai dengan harga eceran tertinggi.

 

Saya selalu sampaikan kepada seluruh pengusaha dan pedagang, mari membuat ibu-ibu tersenyum bahagia memasuki bulan Ramadan.

Biar ibu-ibu lebih khusuk menunaikan ibadahnya tanpa harus memikirkan tambahan ekstra yang tidak perlu. Teman-teman semua ikut.

 

 

 

Ada khawatiran harga naik karena ada spekulan. Bahkan pemerintah membentuk satgas pangan, bagaimana cara pemerintah yakinkan pedagang untuk menjual dengan harga eceran tertinggi?

Yang pasti dari sisi suplainya dulu. Jadi kita meminta seluruh pedagang beras untuk menjual beras dengan harga HET untuk kategori medium di seluruh pasar tradisional. Bagi daerah yang sudah memiliki stok yang cukup seperti Sulawesi Selatan, kemudian di beberapa daerah lain, kami hanya pantau saja.

Tetapi kalau ada daerah-daerah yang masih memerlukan, maka kami dan Bulog siap menyalurkan berasnya, berapa pun kebutuhannya. Conton di Batam, mereka meminta, berapa kebutuhannya kita pasti suplai dan penuhi terus. Pada posisi sekarang ini tidak ada alasan para spekulan untuk menahan karena saya selalu sampaikan, kalau harga naik dan di pasar kosong, tetapi di gudang banyak.

 

Sebab itu bila ada penimbunan, dan saya segel. Kemudian kita laporkan ke polisi dengan satgasnya untuk kemudian dia diproses.

 

Tetapi kalau harga tetap, di pasar suplainya banyak, mau berapa pun besarnya di gudang silahkan, karena itu penyediaan stok. Dan seluruh gudang harus didaftarkan dan kemudian posisi stok juga dilaporkan. Maka itu semua terkendali. Para spekulan jangan mencoba-coba karena kami pasti akan mengambil tindakan.

Balik ke harga daging jelang puasa, bagaimana strategi pemerintah turunkan harga daging menjadi Rp 80 ribu?

Jadi suplainya kita ini. Sementara ini kita masih banyak impor daging, maka seluruh seluruh daging sapi beku yang diimpor dari mana pun kita persyaratan kepada para importir, anda saya kasih izin impor, tetapi paling tidak 30% dari impor daging itu harus dengan harga Rp 80 ribu kepada konsumen, kualitasnya setara dengan paha depan dan karkas. Harus 30 persen. Dia mau impor lebih dari 30 persen silakan, kurang dari 30 persen tidak akan saya kasih izin.

Sekarang sudah mulai masuk dan harga di pasar sudah mulai turun, ditambah dengan daging yang ex India itu kita memasukan 50 ribu ton untuk Lebaran ini. Jadi dari sisi suplainya kita penuhi.

Di sisi lain, yang disebut daging segar dari sapi lokal biarkan mereka melakukan itu, itu pun sudah terjadi penurunan antara dari Rp 120 ribu ke Rp 110 ribu, ada yang di bawah Rp 110 ribu, tetapi ada pilihan bagi masyarakat, baik di pasar tradisional maupun di ritel modern. Jadi daging tersedia dan jumlahnya lebih dari cukup. Tidak perlu khawatir, daging cukup, beras cukup, semua cukup.

Perbandingan harga pangan dalam 5 tahun terakhir dibandingkan saat ini?

Kita memasuki Ramadan 2017 dengan harga yang terkendali, itu suatu prestasi tersendiri bagi pemerintah, kerjasama dengan Satgas dan seluruh kementerian lembaga, tidak ada gejolak harga dan stabil.

Di 2018, dari kondisi harga naik, kita turunkan untuk menjadi stabil. Dan Insya Allah ini tercapai. Memang pada tahun-tahun sebelumnya terbiasa terjadi fluktuasi, ada kenaikan dan ada beberapa waktu kenaikannya tajam. Tetapi sekarang kami sangat kendalikan dan ini tampak dari inflasi kita.

Saya minta jangan pernah berpikir jika kenaikan harga pada bulan puasa adalah sesuatu yang biasa. Itu adalah sesuatu yang tidak biasa dan tidak boleh kita biarkan itu terjadi begitu saja.

 

Presiden Jokowi menargetkan ekspor naik 300 persen di 2019 atau kira-kira USD 500 miliar, apa itu bisa tercapai?

Ekspor tentu bisa tercapai pada saat kita ada kerjasama dengan negara-negara mitra kita. Terus terang itu yang tertinggal. Sekian lama kita tidak menandatangani perjanjian perdagangan, sudah sekian lama.

Itu yang membuat Presiden memerintahkan kami untuk segera realisir berbagai kesepakatan awal yang telah dilakukan pada 4-5 tahun lalu, segera lakukan itu. Jadi kami dalam 2 tahun ini terus memulai kembali perjanjian atau pembicaraan dengan negara-negara dan grup-grup yang ada, segera kami akan melakukan penandatangan dengan Australia tahun ini.

Kemudian dengan regional RCEP itu sebagian besar populasi dunia ada di situ. Kemudian dengan IU, dengan EFTA, dengan Afrika, Asia Tengah dan Asia Selatan. Kalau ini sudah, tinggal kita bicara produknya.

Produknya juga sudah mulai meningkat dan Presiden juga mendorong investasi terutama yang berorientasi ekspor. Itu lebih kita dorong. Maka dengan demikian, dengan perjanjian yang kita tidak dikenakan bea masuk di negara tersebut dengan tinggi, produknya juga kompetitif, maka itu juga akan lebih meningkat.

Perjanjian kalau ditandatangani di 2018, baru akan kita nikmati di akhir 2019 dan 2020. Jadi memang arah ke sana tetap berjalan, dan kami upayakan untuk bisa kita lakukan.

 

Apa benar jika transaksi perdagangan kita dengan China terus naik?

Kita harus akui pertumbuhan ekonomi China luar biasa, itu fakta yang seluruh dunia mengakui. Kita melihat juga produksi mereka, perbaikan kualitasnya begitu pesat, cepat meningkat dan dengan harga yang sangat murah. Dan ini yang menantang kita untuk juga bisa bersaing.

Kita sudah masuk dalam perdagangan bebas, dan kita masuk dalam e-commerce atau digital. Semua bisa masuk dan semua bisa melihat dan membandingkan. Di satu sisi kita mengedukasi masyarakat kita agar cintai produk Indonesia.

Tetapi tidak cukup, tanpa kita menyediakan produk-produk Indonesia dengan harga yang kompetitif dan kualitas yang baik dan ini tugas dari rekan-rekan saya di kementerian yang lain, ini sedang berjalan untuk meningkatkan. Dan memang benar dengan China terjadi defisit perdagangan, tetapi sebagian juga kita mengimpor bahan modal dan mesin. Karena tanpa itu, industri kita tidak mungkin berkembang.

Mari kita melihat mana yang terbaik, bukan dari negara mana asalnya. Itu yang selalu disampaikan. Karena kalau harga mesin China lebih murah dengan kualitas yang sama, buat apa kita mengambil dari negara lain. Kalau negara lain ternyata lebih murah, kenapa harus dari China. Jadi itu semua sama kita perlakukan.

Di sisi lain, kita dengan India, kita suplusnya begitu besar lebih dari USD 10 miliar, dengan Pakistan kita suplus dan kemudian dengan Filipina dan berbagai negara kita ada yang suplus, dengan Eropa juga surplus, tetapi dengan negara-negara tertentu kita defisit.

Dengan Norwegia kita defisit walaupun hanya USD 250 juta. Dalam perdagangan ini, pada suatu titik kita defisit, pada satu titik kita surplus, itu suatu yang wajar, kita memiliki komoditi-komoditi unggulan yang tentu kita tidak boleh terpaku pada komoditi unggulan itu, seperti sawit dan batubara.

Kita harus diversifikasi berbagai macam produk, terutama yang mempunyai nilai tambah. Jadi tidak usah khawatir dan arahnya yang jelas dari Pak Presiden, bikinlah produk-produk yang siap bersaing semua pelosok dunia.

 

Produk yang masih jadi unggulan ekspor?

Sementara ini kita masih tergantung dari sawit dan segala turunannya dan batubara. Tetapi sekarang, alas kaki, garmen juga sudah mulai meningkat di mana beberapa waktu lalu jatuh habis, ini sudah mulai meningkat, mobil otomotif juga meningkat, toyota mitsubishi juga ada peningkatan ekspornya. Yamaha motor juga, dan kita buka akses pasar ke berbagai negara, termasuk Afrika, Asia Tengah dan Selatan. Itu potensi pasar yang begitu besar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini