Sukses

Pengembang di Papua Barat Keluhkan Masalah Pembebasan Lahan

REI Papua Barat menargetkan pembangunan 1.900 rumah subsidi.

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Provinsi Papua Barat kerap terbentur pembebasan lahan. Hal itu karena sebagian besar tanah di daerah tersebut merupakan tanah adat sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk proses pembebasannya, selain harga yang lebih mahal.

Tanah adat biasanya dijual dengan harga lebih mahal. Padahal dengan harga jual yang sudah dipatok pemerintah, idealnya untuk pembangunan rumah bersubsidi pengembang harus mencari tanah dengan harga sekitar Rp 100 ribu per meter persegi.

Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Papua Barat, Marla Beatriecs Kailola menjelaskan, penyediaan lahan menjadi kendala utama dalam pengembangan rumah bersubsidi untuk MBR di Papua Barat.

Beberapa upaya sedang dilakukan, salah satunya saat ini REI Papua Barat tengah menginisiasi supaya pelepasan tanah adat bisa cukup dilakukan oleh Tetua Adat supaya lebih efisien.

Untuk merealisasikan hal tersebut, REI Papua Barat tengah berkoordinasi dengan pemerintah daerah.

“Soal kepastian waktu dan status tanah ini penting, karena jika dibiarkan akan menganggu minat investor untuk masuk ke Papua Barat khususnya iklim investasi di sektor properti,” kata Maya, demikian dia lebih sering dipanggil kepada Liputan6.com, yang ditulis Minggu (29/4/2018).

Hambatan lain dalam penyediaan rumahrakyat di Papua Barat, menurut Maya, adalah pembuatan sertifikat tanah yang masih butuh waktu lama. Kondisi itu disebabkan karena kurangnya tenaga ukur yang bersertifikat di Papua Barat.

Demikian juga analis di perbankan masih sangat kurang di daerah tersebut, sehingga per bulan satu pengembang hanya bisa melakukan akad kredit untuk satu hingga tiga rumah saja. Padahal yang mau membeli dan akad kredit rumah sangat banyak.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Target Pembangunan

Meski dengan berbagai kendala yang ada, namun semangat REI Papua Barat sebagai “Garda Terdepan Membangun Rumah Rakyat” tetap membara. Tahun lalu, di Provinsi Papua Barat anggota REI berhasil membangun 1.700 unit rumah bersubsidi.

Sementara tahun ini, REI Papua Barat menargetkan pembangunan 1.900 rumah subsidi. Angka tersebut diakui Maya cukup besar, namun di sisi lain ada optimisme melihat pertumbuhan jumlah anggota REI di provinsi tersebut.

“Target kami tingkatkan karena selain permintaan tinggi dari masyarakat, makin bertambahnya jumlah anggota REI di provinsi ini juga menjadi semangat baru bagi kami,” kata Maya.

Dia merujuk pada 2012 jumlah anggota REI di Papua Barat hanya 5 pengembang. Namun di akhir 2017 sudah mencapai 54 pengembang. Dimana saat ini yang sudah terdaftar di Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tercatat lebih dari 35 pengembang.

“Kami terus mendorong dan membantu agar seluruh anggota REI Papua Barat terdaftar di PPDPP, jadi yang belum mendaftar ayo segera mendaftar. Sekaligus kami akan tetap mengawasi agar mereka membangun sesuai dengan ketentuan pemerintah,” tegasnya.

Mayoritas pembeli rumah subsidi di daerah itu didominasi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) sekitar 35 persen, pekerja atau pegawai sektor informal 35 persen, karyawan swasta 20 persen dan sisanya lain-lain.

Sedangkan harga rumah subsidi di Papua Barat saat ini dibanderol Rp 205 juta per unit, meningkat dibanding harga 2017 sebesar Rp 193,5 juta per unit.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.