Sukses

Sri Mulyani Blak-blakan Penyebab Rupiah Keok Lawan Dolar AS

Menkeu Sri Mulyani Indrawati membeberkan penyebab nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Faktor utamanya adalah karena kebijakan pemerintah dan Bank Sentral AS.

Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau JISDOR, kurs rupiah hari ini kembali tersungkur ke posisi 13.930 per dolar AS. Melemah dibanding posisi 13.888 per dolar AS, kemarin (25/4/2018).

Sri Mulyani mengungkapkan, penyebab kurs rupiah melemah lebih banyak dipengaruhi kebijakan ekonomi dari pemerintah AS seiring dengan perbaikan data ketenagakerjaan dan inflasi di Negeri Paman Sam.

"Perekonomian AS, baik data employment maupun inflasi menunjukkan suatu recovery. Perubahan kebijakan fiskal, seperti pajak dan perdagangan, sehingga AS akan melakukan berbagai kebijakan meng-adjust," ucapnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Selain itu, ujarnya, The Fed juga akan menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate sebanyak tiga sampai empat kali di 2018. Namun demikian, diakui Sri Mulyani, The Fed akan mengerek suku bunga acuan secara hati-hati.

"Adanya outlook kebijakan AS, kebijakan fiskal, seperti penurunan pajak dan tambahan belanja akan meningkatkan defisit mereka, sehingga kita sudah akan memprediksi terjadi kenaikan treasury (imbal hasil obligasi) tenor 10 tahun," jelas Sri Mulyani.

Menurut dia, kebijakan fiskal, moneter, dan perdagangan AS akan sangat mempengaruhi dunia, termasuk berdampak ke nilai tukar rupiah maupun negara lain. Pasalnya, AS merupakan negara terbesar di dunia.

"Dolar AS menguat dari kebijakan AS yang pengaruhnya ke mata uang negara maju dan emerging. Dalam dua hari terakhir, kurs rupiah masih berada pada kisaran yang relatif sama atau lebih baik sedikit," ujar Sri Mulyani.

Saat dolar AS perkasa pada dua hari lalu, katanya, beberapa mata uang negara maju melemah lebih dari dua persen. Begitu pun mata uang di kawasan ASEAN yang bernasib sama.

"Bahkan, India melakukan depresiasi lebih dalam karena ingin memacu ekspornya. Jadi, pergerakan ini (penguatan dolar AS) karena berasal dari AS," pungkas Sri Mulyani.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Di Amerika, Sri Mulyani Pamer Cara RI Kelola Jaminan Kesehatan

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berbagi pengalaman soal mengelola jaminan kesehatan di Indonesia. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara pembuka dalam seminar "Towards Universal Health Coverage: Tackling the Health Financing Crisis to End Poverty" baru-baru ini di Washington DC, Amerika Serikat (AS). 

Dalam rangkaian acara pertemuan musim semi World Bank 2018 ini, Sri Mulyani mengatakan bahwa jaminan kesehatan universal menjadi salah satu bagian dari agenda kunci pembangunan negara, tidak hanya mendukung cita-cita sustainable development goals PBB. Menurutnya, hal ini penting bagi negara emerging dan berkembang dengan gap atau kesenjangan produktivitas dan bonus demografi yang menguntungkan.

"Jaminan kesehatan universal diperlukan sebagai dasar dari pertumbuhan produktivitas kami dan keberlangsungan ekonomi," ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Jakarta, pada 23 April 2018.

"Partisipasi usia belajar dan populasi usia bekerja dalam sistem jaminan kesehatan yang berkualitas adalah penting untuk memastikan produktivitas, proses belajar, dan bekerja mereka tidak terhambat oleh isu kesehatan," dia menambahkan.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menguraikan pengalaman Indonesia dalam pengelolaan sistem jaminan kesehatan yang didesain dengan realistis.

Berdasarkan pengalaman Indonesia, sambungnya, pertama dengan mempertimbangkan lingkungan yang terbatas dan gap dalam pembiayaan, pengadaan infrastruktur kesehatan dan tenaga kerja, desain, dan versi jaminan kesehatan harus realistis.

"Itu didesain utamanya untuk masyarakat produktif dan rentan dari golongan bawah hingga menengah," terang Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, kontribusi terhadap asuransi jaminan kesehatan berasal dari subsidi silang.

"Kedua, harus berasal dari sistem yang memungkinkan kontribusi penerima jaminan kesehatan menerima model subsidi silang," jelas Sri Mulyani.

Lebih lanjut dia mengatakan, untuk membangun infrastruktur kesehatan dan tenaga kerjanya, Indonesia melibatkan pihak swasta.

"Ketiga, melengkapi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kami harus melanjutkan perkembangan dan pembangunan infrastruktur kesehatan dan tenaga kerja kami. Ini dapat dilakukan dengan dukungan pihak swasta," tuturnya.

Sri Mulyani menambahkan, dalam kasus Indonesia yang merupakan negara kepulauan besar, infrastruktur kesehatan, dan pasokan tenaga kerja bukan hanya isu angka, tetapi juga soal distribusi.

"Oleh karenanya, dalam rangka pemenuhan pendidikan dan kebijakan tenaga kerja yang efektif, lembaga pendidikan lokal didorong untuk melatih lebih banyak lagi tenaga kesehatan medis serta memberi kompensasi untuk tenaga kesehatan di area yang terpencil," ucap Sri Mulyani. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini