Sukses

YLKI: Fenomena Ojek Online Jangan Sampai Bikin Pemerintah Ubah UU

YLKI berpendapat jika pemerintah memasukkan kendaraan roda dua ke dalam UU, maka menjadi kemunduran kebijakan pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melihat fenomena ojek online sudah mulai mengkhawatirkan. Banyaknya jumlah pengemudi dan tidak adanya aturan yang mewadahi menjadikan aksi mereka tidak bisa terkendali.

Di tengah situasi seperti sekarang, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meminta kepada pemerintah untuk tetap bersikap berdasarkan undang-undang, yakni sepeda motor atau ojek tidak bisa diakomodasi sebagai moda angkutan umum.

Menurut Tulus, jika pemerintah memasukkan kendaraan roda dua ke dalam UU, maka itu menjadi kemunduran kebijakan pemerintah.

"Bagi kami YLKI dan juga semua pengamat saya rasa sependapat, bahwa jangan sampai fenomena ini menyeret UU Lalu Lintas untuk menjadikan sepeda motor sebagai angkutan umum," ujar dia di Hotel Millenium, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Selama ini, hanya Indonesia yang menjadikan kendaraan roda dua sebagai angkutan penumpang. Hal ini, kata dia. tidak ditemukan di negara lain. Ini dikarenakan, dengan alasan apa pun, aspek keselamatan sepeda motor tidak bisa memenuhi persyaratan sebagai angkutan umum.

Sebenarnya, sepeda motor bisa menjadi kendaaran angkutan barang, seperti kendaraan bagi para kurir. Kalau difungsikan seperti itu, banyak negara yang mengadopsi.

Tidak hanya itu, untuk mengakomodasi ojek online ini, Tulus mengusulkan untuk dijadikan sebagai moda angkutan pengumpan. Landasan hukumnya bisa melalui pemerintah daerah.

"Jadi dibatasi saja wilayahnya, fungsikan sebagai pengumpang, misal mereka hanya bisa dapat order dan nganter ke wilayah dengan jarak 3-5 km saja, jadi tidak ke mana-mana," usul dia.

Dengan begitu, para driver tetap bisa mendapatkan penghasilan dan tetap mendapatkan waktu istirahat dengan cukup. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Serikat Buruh Minta Pemerintah Sahkan Ojek Online di UU Lalu Lintas

Serikat buruh yang tergabung Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah untuk mengakomodasi para pengemudi ojek online. Salah satunya dengan memasukkan ojek online ke dalam Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009.

Untuk bisa dilakukan, KSPI melalui lembaga bantuan hukumnya (LBH) akan mendaftarkan uji materi atau judicial review terhadap UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu poin yang diminta diubah adalah pasal 138 ayat 3.

"Kita akan judicial review di Mahkamah Konstitusi terhadap UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009. Kita akan bantu kawan-kawan pekerja Go-Jek dan Grab. Kita angkat isu ini dalam aksi May Day," tegas Presiden KSPI, Siad Iqbal, di Hotel Mega Proklamasi, Selasa (24/4/2018).

Menurutnya, selama ini para pengemudi ojek online merupakan para pekerja yang harus memperoleh kepastian hukum dalam pekerjaannya. Hal inilah yang menjadi kewajiban pemerintah.

Rencananya, uji materi tersebut akan didaftarkan ke MK pada Jumat minggu ini. Diharapkan dengan begitu, masa depan para pekerja ojek online lebih aman dan terjamin.

"Nadiem Makarim itu jangan pikir bisnis laundry, aset Go-Jek itu Rp 38 triliun dan Grab Rp 89 triliun. Jadi ini sudah seharusnya diakomodasi," ia menerangkan.

Tak hanya itu, untuk memperjuangkan nasib para pekerja ojek online, KSPI juga akan bertemu Wakil Ketua DPR Fadli Zon, besok (25/4/2018) untuk bermediasi mengenai tuntutan para buruh.

"Besok kita akan sampaikan ke DPR untuk membentuk pansus atau panja tentang transportasi online. Kurang jelas apa, sudah makan siang Pak Presiden, instruksinya jelas pertimbangkan harga Rp 4.000 per km, kemudian di level teknis diturunkan jadi Rp 2.000 per km. Grab enggak mau jalankan, tapi enggak ada hukuman," tukas Said. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.