Sukses

Menteri Susi Beberkan ABK RI di Kapal STS-50 Tak Dapat Upah Layak

Satgas 115 menangkap kapal ikan bernama 'STS-05' di sisi Tenggara Pulau Weh, Kamis 6 April 2018. Di kapal itu terdapat 20 ABK RI.

Liputan6.com, Jakarta - Satgas 115, yang terdiri dari TNI AL, Polri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap kapal ikan bernama 'STS-05' di sisi Tenggara Pulau Weh, Kamis 6 April 2018, pukul 17:30. Dari operasi penangkapan ini ditemukan 20 orang anak buah kapal (ABK) berkebangsaan Indonesia.

Menteri KKP, Susi Pudjiastuti mengatakan, ke-20 ABK ini tidak diberikan upah sebagaimana mestinya selama bekerja. Oleh karena itu, pihaknya akan meminta agen penyalur ABK tersebut, yakni PT GSJ untuk memenuhi tanggung jawab.

"Nanti kami akan panggil orangnya (pimpinan PT GSJ) ke sini," ujar dia di Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP), Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Selain itu, agen penyalur diharuskan untuk mengembalikan semua dokumen milik ABK yang sudah diambil sebelumnya. "(Dokumen ABK) juga akan dikembalikan (oleh PT GJS) pada sore ini seperti paspor dan buku laut," tegas Susi.

Susi menjelaskan sebelum diberangkatkan, para ABK diharuskan menandatangani Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris, tapi tidak diizinkan membaca isi perjanjian.

"Mereka (ABK) juga menyatakan bahwa mereka diminta membayar sebesar Rp 1 juta sampai Rp 3 juta sebagai biaya pengurusan," kata Susi.

Jumlah uang yang diterima keluarga ABK per bulan juga lebih kecil dari yang dijanjikan. Selain itu, para ABK dikenakan biaya administrasi sebesar Rp 2,5 juta selama 5 bulan atau potongan dari gaji sebesar Rp 500.000 tiap bulan.

"Apabila ABK tidak bekerja di atas kapal, mereka diancam pemotongan gaji sebesar USD 20 sampai USD 30," ujar dia.

Semenjak kapal pertama kali tertangkap di Tiongkok, para ABK sudah meminta pulang dan lakukan mogok kerja. ABK tersebut pun sempat menghubungi pihak PT GJS untuk dipulangkan, tapi ditolak dan juga diancam pembayaran denda pembatalan kontrak sebesar Rp 6 juta.

"Kapten kapal juga mengatakan bahwa apabila ABK menolak bekerja, maka status mereka berubah menjadi penumpang dan harus membayar USD 25 per hari selama tinggal di atas kapal," ujar dia.

 

Reporter: Wilfridus S.

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Begini Modus Baru Pencurian Ikan di Indonesia

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengatakan para pelaku penangkapan ikan ilegal kini telah memiliki modus baru dalam menjalankan aksinya. Bila dulu pencurian ikan dilakukan kapal asing di perairan Indonesia, kini justru memakai kapal Indonesia yang kemudian dikirim keluar secara ilegal kepada kapal asing.

"Jadi illegal fishing di Indonesia yang sekarang terjadi adalah kapal-kapal kita, kapal-kapal milik perusahaan Indonesia, buatan Indonesia melakukan penangkapan," ungkap dia di Jakarta, Sabtu 7 April 2018.

"Akhirnya diekspor secara ilegal. Tidak tercatat, yaitu dengan transhipment kepada kapal-kapal yang lewat," tambah dia.

Dia pun mengatakan bahwa modus ini sudah disiapkan sehingga penangkapan ikan secara ilegal tetap berlangsung, meskipun kapal asing tidak beroperasi di perairan nusantara.

"Ini memang sudah diorganisasikan. Mereka mengorganisasi penjemputan, penampungan di tengah laut," lanjut dia.

"Jadi sekarang modusnya berganti, bukan kapal asing tangkap, tapi kapal Indonesia, perusahaan Indonesia terafiliasi dengan mereka ini, yang melakukan penangkapan ikan dan melakukan transhipment dengan cara-cara yang telah diatur," kata dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.