Sukses

Peringati May Day, Satu Juta Buruh Bakal Kepung Istana Negara

Satu juta buruh akan berunjuk rasa di depan Istana Negara untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day.

Liputan6.com, Jakarta - Sekitar satu juta buruh di 25 provinsi dan lebih dari 250 kabupaten atau kota akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran pada peringatan Hari Buruh atau May Day yang jatuh pada 1 Mei 2018. Aksi akan dipusatkan di depan Istana Negara, Jakarta.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, massa buruh tersebut berasal dari sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain Jabodetabek, Karawang, Purwakarta, Serang, Cilegon, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lainnya.

"Sebagian Sumatera ada 200 ribu buruh yang akan memasuki Jakarta, dengan titik aksi di Istana Presiden," ujar dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (11/4/2018).

‎Said menjelaskan, buruh akan menyuarakan tuntutan yang disebut Tritura Plus. Adapun tuntutan tersebut antara lain, pertama, turunkan harga beras, listrik, bahan bakar minyak (BBM), dan bangun ketahanan pangan serta energi.

Kedua, tolak upah murah dan cabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, serta jadikan kebutuhan hidup layak (KHL) 84 item.‎ Ketiga, tolak tenaga kerja asing (TKA) China unskilled worker.

"Plus, hapus outsourcing dan 2019 pilih presiden pro buruh," tandas Said. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Buruh Tolak Rencana Pemerintah Permudah Izin Tenaga Kerja Asing

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) menolak rencana pemerintah untuk mempermudah peraturan mengenai tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia. Ini mengingat jumlah pengangguran di Indonesia juga masih tinggi.

Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, dengan dipermudah, bisa jadi tenaga kerja asing yang tak punya kemampuan akan berbondong-bondong ke Indonesia.

Apalagi, saat ini peraturan mengenai tenaga kerja asing sudah sangat mudah. Seperti tidak adanya kebebasan bebas visa untuk negara-negara tertentu dan dihilangkannya kewajiban bisa berbahasa Indonesia.

Dia mengungkapkan, KSPI tidak menolak investasi asing. Sebab, investasi dapat mendorong pembangunan yang menciptakan lapangan kerja sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan.

“Dengan investasi yang meningkat, maka pertumbuhan ekonomi diharapkan akan semakin meningkat. Namun, pertumbuhan ekonomi yang meningkat juga harus diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja sehingga tidak ada lagi warga Indonesia yang menganggur," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Jika pengangguran meningkat, amanat konstitusi, yaitu warga negara Indonesia mempunyai hak mendapatkan penghidupan yang layak tidak akan tercapai.

Oleh karena itu, Said Iqbal mengharapkan pemerintah benar-benar mengawasi tenaga kerja asing yang masuk di Indonesia agar tidak mendominasi dan menyalahi peraturan.

Atas dasar itu, KSPI menolak masuknya tenaga kerja asing yang tidak memiliki keterampilan untuk mengambil lapangan pekerjaan yang seharusnya dapat dimasuki pekerja Indonesia.

KSPI mendesak pemerintah untuk menghentikan kebijakan aturan yang mempermudah TKA khususnya TKA China yang masuk bekerja di Indonesia.

“Kami tidak menginginkan masyarakat Indonesia menjadi penonton dalam negeri dan tidak berdaya saing karena menjadi tamu di negerinya sendiri, menjadi asing di negaranya sendiri," ungkap dia.

Said menambahkan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga tegas melarang TKA yang tak punya kemampuan bekerja di Indonesia, terkecuali yang skill worker atau tenaga kerja berketerampilan seperti tenaga ahli mesin teknologi tinggi, ahli hukum internasional, akuntansi internasional, dan lain-lain.

Itu pun wajib dipersyaratkan TKA harus bisa berbahasa Indonesia, satu orang TKA didampingi 10 orang pekerja lokal, terjadi transfer of knowledge dan transfer of job.

"Apa yang dilakukan pemerintah dengan mempermudah izin TKA adalah pengingkaran dan mencederai konstitusi dan berpotensi presiden melanggar UUD 1945," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.