Sukses

HEADLINE: Premium Hilang, Harga Pertalite Naik, Untung buat Siapa?

Hilangnya Premium di pasaran dan kenaikan harga Pertalite menuai protes warga.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat riuh dengan dua peristiwa yang berkaitan dengan Bahan Bakar Minyak (BBM). Pertama, hilangnya Premium di pasaran, dan kedua, harga Pertalite yang naik.

Pantauan Liputan6.com di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Terogong, Jakarta Selatan, sudah sejak Januari 2018 tidak lagi menjual Premium. Sebagai gantinya, Pertamina memasok Pertalite ke SPBU tersebut.

"(Premium) Sudah enggak dipasok lagi, diganti Pertalite. Wah sudah lama ‎enggak ada, sudah dari Januari," ujar Rifai, petugas di SPBU tersebut pada Senin 26 Maret 2018.

SPBU di sekitar wilayah tersebut memang sud‎ah jarang yang menjual BBM Premium. Kalaupun masyarakat ingin mengisi kendaraannya dengan BBM RON 88 tersebut, harus mencari di SPBU tertentu.

Di SPBU yang menyediakan Premium pun pasokan tak selalu ada. Seperti yang terpantau di SPBU bernomor 34-17127, Jalan Chairil Anwar, Margahayu, Bekasi Timur. Hampir setiap sore, tak terlihat lagi antrean pada dispenser Premium.

Salah satu operator SPBU di Jalan Chairil Anwar, Ahmad, mengatakan pasokan BBM Premium dalam sehari biasanya mencapai 800 KL. Namun, stok tersebut rata-rata cepat habis. Khususnya, di hari kerja, dimana pengguna kendaraan drastis meningkat.

"Kalau dibilang langka, ya langka. Kemarin saja, sempat tersendat. Kalau pengirimannya normal, sampai siang juga sudah habis," kata Ahmad pada Sabtu 24 Maret 2018.

Ia mengakui bahan bakar Premium kerap habis menjelang sore. Soalnya, jatah yang diberikan Pertamina tidak dapat lagi menyuplai penuh kebutuhan pengendara. "Tiap malam itu, pengiriman 8 ton. Biasanya, sih 16 ton. Pengurangan itu, sejak akhir tahun lalu," jelasnya.

Kelangkaan Premium tersebut tak hanya terjadi di Jakarta. Pasokan Premium di SPBU Garut, Jawa Barat pun juga seret. Akibatnya, dalam dua pekan terakhir karyawan SPBU di Garut mendapat omelan dari konsumen karena tak tersedianya Premium.

"Awalnya sih lancar, tapi mulai sekitar dua pekan terakhir (Premium) dijatah dua hari sekali, itu pun kadang-kadang telat," ujar Sarif (27), salah satu Petugas 34.44115 Ciateul, Tarogong Kidul, saat ditemui Liputan6.com, Sabtu lalu.

Menurutnya, penurunan pasokan Premium sudah cukup meresahkan masyarakat, terutama bagi kalangan pengguna angkutan kota (angkot) yang kerap menggunakan salah satu bahan bakar beroktan 88 tersebut.

Salah satu pengendara sepeda motor, Greg mengatakan, seharusnya kenaikan harga Pertalite bisa disampaikan lebih masif sehingga masyarakat tidak terkejut.

"Itu wajib (sosialisasi). Jangan sampai orang kaget terus ada salah pengertian. Kan kita sering isi (BBM), jadi sudah tahu takaran bahan bakar kita. Kalau naik artinya jumlahnya liternya berkurang dan kita belum tahu. Di situ bisa terjadi salah pahamnya," jelas dia.

Sementara, Rudy Ismantoro, warga Bekasi yang meggunakan motor sebagai alat transportasi, mengatakan BBM jenis premium belakang sulit didapat. Ia menilai pemerintah tengah memaksakan masyarakat agar beralih ke Pertalite atau Pertamax.

"Saya sih berharap jangan sampai langka. Kalau saya sih, enggak masalah beli Pertalite. Tapi, kasihan masyarakat di daerah yang lebih butuh," harapnya.

Sementara itu, harga BBM RON 90, yaitu Pertalite juga telah mengalami kenaikan. Di SPBU di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan, harga Pertalite dipatok sebesar Rp 7.800 per liter dari sebelumnya Rp 7.600 per liter. Kenaikannya Rp 200 per liter.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito, menyatakan penyesuaian harga BBM jenis Pertalite merupakan dampak dari harga minyak mentah dunia yang terus naik. Pada saat yang sama, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Menurut Adiatma, Pertamina sudah berupaya untuk bertahan dengan harga saat ini agar tidak membebani masyarakat. Namun, harga bahan baku yang meningkat tajam, mengharuskan harga BBM naik di konsumen akhir.

“Ini pilihan berat, tapi kami tetap mempertimbangkan konsumen, dengan memberikan BBM berkualitas terbaik dengan harga terbaik di kelasnya," kata dia.

 

Penjelasan Pertamina

Adiatma menambahkan, kenaikan harga BBM Research Octane Number (RON) 90 tersebut, secara periodik dilakukan Pertamina sebagai badan usaha. Pihaknya juga mengapresiasi konsumen yang tetap memilih Pertalite sebagai bahan bakar bagi kendaraannya.

"Keputusan untuk menyesuaikan harga merupakan tindakan yang juga dilakukan oleh badan usaha sejenis. Namun, kami tetap berupaya memberikan harga terbaik bagi konsumen setia produk BBM Pertamina,” tutur dia.

Sedangkan mengenai Kelangkaan Premium, Adiatma mengatakan, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014‎, maka Premium bukan BBM penugasan yang wajib disalurkan di wilayah Jawa, Madura dan Bali. Sehingga di tiga wilayah tersebut, Premium menjadi bahan bakar yang masuk kategori umum atau nonsubsidi.

"Ah kalau di Jawa lihat Perpres, di Jamali (Jawa, Madura dan Bali) tidak ada kewajiban Pertamina jual Premium. Bukan penugasan. Dia dimasukkan ke jenis bahan bakar umum," kata Adiatma, di Jakarta, Selasa (27/3/2018)

‎Menurut Adiatma, Pertamina saat ini mengacu pada Peraturan Presiden tersebut dalam menyalurkan BBM Premium.‎ Dia pun membantah jika terjadi kekurangan Premium. ‎"Enggak, kita kan sesuai Perpres saja. Boleh kita enggak jual Premium, itu boleh," ujarnya.

Meski masih satu jenis BBM, Premium di luar Jawa, Madura dan Bali berkategori penugasan. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. Adiatma mengaku, Pertamina masih menjamin pasokan Premium di wilayah penugasan luar Jawa, Madura dan Bali

‎"Kalau di luar Jamali, JBKP jenis BBM Khusus Penugasan. Masih dijamin kalau itu (BBM Premium)," ucapnya.

Unit Manager Communication & CSR MOR III Pertamina Dian Hapsari Firasati menambahkan,‎ Pertamina tetap menyediakan Premium di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Saat ini tercatat ada 743 SPBU yang menjual Premium di wilayah tersebut.

"Kami tetap menyediakan Premium untuk masyarakat yang masih menggunakannya‎," kata Dian.

Dian menuturkan, saat ini masih ada sejumlah masyarakat yang masih membutuhkan Premium, meskipun jumlahnya terus menurun. Berdasarkan data, penjualan Premium pada akhir 2017 menurun hingga 50 persen dibandingkan akhir 2016.

“Ini adalah indikasi bahwa masyarakat mulai mencari BBM dengan kualitas yang lebih bagus," tandas Dian.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penjualan Dibatasi?

Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengatakan, kelangkaan Premium yang terjadi saat ini karena Pertamina dibatasi dalam menjual BBM bersubsidi.

‎"Soal kelangkaan Premium. Pemerintah sekarang memberikan jumlah Premium yang harus disiapkan Pertamina. Kalau lebih dari itu ditangkap," ujar dia.

Kelangkaan Premium ini salah satunya imbas dari kenaikan harga Pertalite. Sebab, saat harga BBM nonsubsidi naik, maka masyarakat akan kembali beralih ke Premium yang disubsidi pemerintah. Sedangkan penjualan BBM RON 88 tersebut terbatas.

"Pada saat yang lain naik, pasti Premium langka, karena orang pindah ke Premium. Sedangkan jumlah Premium dibatasi‎. Pertalite naik karena bukan subsidi, itu kan tempat pelarian dari Pertamax ke Premium, ada antara, tapi tidak dikendalikan," kata dia.

Said menyatakan, dengan kelangkaan Premium ini, maka pemerintah harus segera mengambil langkah agar tidak terjadi kepanikan di masyarakat. Sebab selama ini, masyarakat sudah diarahkan untuk beralih ke Pertalite, tetapi harganya malah dinaikkan.

Sedangkan anggota Badan Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, seharusnya tidak menjadi masalah jika harga Pertalite naik karena BBM tersebut bukan merupakan BBM bersubsidi. "Jadi itu hak Pertamina," jelas dia.

Selain itu Pertalite merupakan BBM yang dianjurkan digunakan untuk mesin kendaraan jaman sekarang. "Sekarang ini sudah zamannya mesin euro 4, jadi Premium ini sebenarnya sudah ketinggalan zaman," tambah dia.

Namun memang, seharusnya Pertamina sebagai lembaga penyalur Pertalite ini tidak semena-mena menaikkan harga secara diam-diam. Pertamina harus menjelaskan ke masyarakat apa dasar menaikkan Pertalite.

Direktur Eksekutif Refomainer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sebenarnya ada manfaat yang didapat jika Premium sudah tidak dijual, maka masyarakat akan menggunakan BBM dengan kualitas yang lebih baik, hal ini tentu akan berdampak pada perbaikan lingkungan.

‎"Dengan menggunakan BBM kualitas tinggi, aspek lingkungan untuk lebih baik," kata Komaidi, saat berbincang dengan Liputan6.com.

Komaidi melanjutkan, manfaat lain penghentian penjualan Premium adalah keberlanjutan pasokan BBM, saat ini mayoritas negara sudah mengonsumsi BBM dengan kualitas tinggi Euro 4 bahkan Euro 5.

Kondisi ini membuat penjual BBM jenis Premium di pasar Internasional semakin sedikit. Jika Indonesia tetap mempertahankan menggunakan Premium, dikhawatirkan akan kesulitan mendapat pasokan Premium.

Di sisi lain saat ini fasilitas pengelolaan minyak (kilang) lebih banyak menghasilkan BBM dengan kualitas lebih tinggi dari Premium. Dengan begitu, pasokan Premium akan semakin berkurang.

 

3 dari 3 halaman

SPBU Dukung

Pengusaha SPBU yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas)‎ siap mendukung penghentian penyaluran Bahan Bakar Minyak atau BBM Premium.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hiswana Migas wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten Juan Tarigan mengatakan, pengusaha akan mendukung kebijakan pemerintah‎, jika penghentian penjualan Premium telah ditetapkan.

"Prinsipnya mendukung, kalau memang kebijakan pemerintah menerapkan," kata Juan saat berbincang dengan Liputan6.com.

Menurut Juan, pengusaha SPBU di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten pun siap untuk menjual BBM dengan kualitas lebih baik dari Premium sesuai dengan keinginan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), tidak hanya‎ pada saat penyelenggaraan Asian Games 2018 saja, tetapi saat situasi dalam keadaan normal.

"Mendukung kami siap, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten siap, untuk menyelaraskan kebijakan KLHK tidak hanya Asian Games," ujarnya.

Juan mengaku, tidak ada kekhawatiran dari pengusaha akan mengalami kerugian jika sudah ‎tidak lagi menjual Premium. Pasalnya, saat ini porsi penjualan Premium di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten tinggal 16 persen.

"Enggaklah (takut rugi), saya rasa Pertamina akan memikirkan business to business.‎ Kita melihat pemerintah nih apakah sepakat dengan KLHK, sebaiknya uji coba saja dulu," tandasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.