Sukses

PPATK: Aturan Benificial Owner Cegah Pencucian Uang Lewat Korporasi

Pengaturan dan penerapan transparansi beneficial owner ini dinilai PPATK mendesak karena demi melengkapi UU Nomor 8 Tahun 2010.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin meyakinkan kepada pihak korporasi agar tidak takut dengan adanya penerapan Peraturan Presiden Nomor 13/2018. Aturan ini berisi tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Kiagus menjelaskan, aturan ini untuk mempermudah mengetahui siapa terhadap siapa pemilik manfaat atau beneficial owner di sebuah perusahaan. Dengan adanya pemilik manfaat ini, memudahkan untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap sebuah perusahaan.

"Jadi ini (PerPres) melindungi korporasi dan pemilik manfaat yang beriktikad baik, juga memiliki kepastian hukum atas pertanggungjawaban pidananya," kata Kiagus dalam Disemenisasi PerPres No. 13/2018 di Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Selasa (27/3/2018).

korporasi dalam tindak pidana diposisikan menjadi dua, yaitu sebagai kendaraan, di mana penyalahgunaan sebenarnya dilakukan oleh si penerima manfaat (beneficial owner).

Kedua, adalah korporasi sebagai pelaku tindak pidana itu sendiri, karena dilakukan oleh mereka si pemilik korporasi atau si pengendali korporasi itu sendiri.

"Karenanya ini (PerPres No.13/2018) bisa menjadi efektivitas dalam penyelamatan aset (korporasi), karena kita ketahui hasil dari tindak pidana ini jumlahnya besar, misal dividen, laba, dan sebagainya," terang Kiagus.

Pengaturan dan penerapan transparansi beneficial owner ini dinilai PPATK mendesak karena demi melengkapi UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Isi Aturan

Untuk diketahui, dalam aturan ini korporasi menentukan kategori Pemilik Manfaat dari Korporasi sesuai dengan informasi yang telah disampaikan oleh Korporasi kepada Instansi Berwenang.

Kategori Penetapan Pemilik Manfaat dari Korporasi itu, menurut Perpres ini, terdiri atas:

a. teridentifikasinya Pemilik Manfaat;

b. belum teridentifikasi Pemilik Manfaat; atau

c. belum terverifikasinya Pemilik Manfaat.

“Selain Pemilik Manfaat yang telah ditetapkan oleh Korporasi sebagaimana dimaksud, Instansi Berwenang dapat menetapkan Pemilik Manfaat lain,” bunyi Pasal 13 ayat (1) Perpres ini.

Dalam Perpres ini ditegaskan, Korporasi wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang, yang disertai dengan surat pernyataan Korporasi mengenai kebenaran informasi yang disampaikan kepada Instansi Berwenang.

Selain itu, menurut Perpres ini, Korporasi wajib melakukan pengkinian informasi Pemilik Manfaat secara berkala setiap 1 (satu) tahun.

Adapun pengawasan terhadap terhadap pelaksanaan prinsip mengenali Pemilik Manfaat, menurut Perpres ini, dilakukan Instansi Berwenang.

“Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi Pasal 24 Perpres ini.

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme oleh Korporasi, menurut Perpres ini, Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan instansi peminta, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Kerja sama informasi Pemilik Manfaat antara Instansi Berwenang dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, berupa permintaan atau pemberian informasi Pemilik Manfaat secara elektronik maupun nonelektronik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini