Sukses

Pengusaha Nilai Cuti Maksimal Sebulan bagi PNS Pria Terlalu Lama

Pengusaha mengkhawatirkan pengajuan cuti paling lama satu bulan tersebut dapat ganggu produktivitas PNS.

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintah yang memperbolehkan pegawai negeri sipil (PNS) pria untuk mengajukan cuti paling lama satu bulan untuk mendampingi istrinya yang melahirkan dinilai terlalu lama. Dikhawatirkan, cuti tersebut akan membuat produktivitas PNS menurun.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, sebenarnya masa-masa genting saat melahirkan biasanya hanya sekitar satu minggu. Oleh sebab itu, menurut dia, masa cuti yang ideal bagi PNS pria yang istrinya melahirkan hanya satu minggu saja.

"Saya rasa memang kalau cutinya sampai satu bulan untuk PNS pria itu terlalu lama. Kalau pun harus cuti, sebenarnya maksimal satu minggu. Karena itu satu minggu itu saja yang masa-masa genting, setelah itu sudah normal," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (15/3/2018).

Dia mencontohkan, di dunia usaha, rata-rata izin cuti yang diberikan perusahaan kepada karyawan pria yang istrinya melahirkan hanya sekitar 2-3 hari. Namun, masih bisa ditambah dengan memotong jatah cuti tahunan karyawan yang bersangkutan.

"(Aturan cuti di swasta) Belum ada aturan baku, hanya dispensasi yang diberikan perusahaan. Tergantung kebijakan perusahaan masing-masing. Tapi biasanya kalau meminta izin karena istri melahirkan ya dikasih, tapi tidak sampai satu bulan," kata dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Namun demikian, lanjut Sarman, jika memang pemerintah telah menetapkan PNS pria bisa mendapatkan jatah cuti hingga satu bulan, harus ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian.

Salah satunya, yaitu cuti tersebut tidak berdampak pada pelayanan yang diberikan instansi tempat PNS tersebut bekerja kepada masyarakat.

"Sejauh itu tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat, tidak masalah. Terutama memang orang-orang yang memang memiliki posisi strategis dalam arti memberikan pelayanan kepada masyarakat, memang itu harus diatur. Ketika dia cuti memang harus ada penggantinya. Sehingga saat dia cuti, pelayanan kepada masyarakat tidak terbengkalai," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.