Sukses

Sentimen Suku Bunga The Fed Bikin Bursa Asia Turun

Ada risiko kenaikan suku bunga the Federal Reserve lebih cepat karena ekonomi AS membaik pengaruhi bursa saham Asia.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia melemah pada perdagangan saham Kamis pekan ini seiring risiko kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) lebih cepat.

Indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,35 persen pada awal perdagangan. Indeks saham Jepang Nikkei turun satu persen. Yen melemah seiring dolar AS menguat.

Pergerakan wall street juga mewarnai laju bursa saham Asia. Di wall street, indeks saham Dow Jones melemah 0,67 persen. Sedangkan S&P 500 susut 0,55 persen dan Nasdaq tergelincir 0,22 persen.Wall street melemah itu terjadi usai rilis risalah hasil rapat the Federal Reserve pada pertemuan Januari 2018. Pada pertemuan bank sentral AS itu menunjukkan mengenai inflasi.

Namun sisi lain ada harapan ekonomi tumbuh lebih cepat seiring ada stimulus pajak.Pejabat the Federal Reserve sepakat kalau prospek pertumbuhan ekonomi menguat dalam jangka pendek. Ini juga akan mendorong kenaikan suku bunga the Federal Reserve secara bertahap. Diperkirakan ada kenaikan suku bunga the Federal Reserve sebanyak tiga kali.

"Pelaku pasar melihat prospek ekonomi lebih baik sehingga mendukung kenaikan suku bunga secara bertahap. Stimus akan banyak datang, dan beberapa di antaranya sementara. Selain itu, upah dan data inflasi menguat. Kami harap ada kenaikan suku bunga empat klai pada 2018 dan 2019," ujar Analis Barclays Michael Gapen, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (22/2/2018).

Sentimen the Federal Reserve juga mendorong imbal hasil surat berharga atau obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun menguat ke level tertinggi. Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun ditransaksikan di posisi 2,95 persen.

Di pasar uang, indeks dolar AS naik ke posisi 90,13. Dolar AS terhadap yen berada di posisi 107,68. Euro melemah ke posisi US$ 1,2274.Di pasar komoditas, harga minyak melemah 50 sen menjadi US$ 61,18 per barel pada awal perdagangan di Asia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wall Street

Sebelumnya, Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bergejolak hingga akhirnya bergerak di zona merah usai rilis hasil rapat bank sentral AS atau the Federal Reserve pada pertemuan Januari 2018 lalu.

Pada penutupan perdagangan saham, Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 166,97 poin atau 0,67 persen ke posisi 24.797,78. Indeks saham S&P 500 melemah 14,93 poin atau 0,55 persen ke posisi 2.701,33. Indeks saham Nasdaq tergelincir 16,08 poin atau 0,22 persen ke posisi 7.218,23.

Notulensi hasil rapat bank sentral AS pada Januari mempengaruhi wall street. Bank sentral AS menetapkan suku bunga tetap pada Januari 2018. Hasil rapat bank sentral yang dirilis pada Rabu waktu setempat menunjukkan pejabat bank sentral AS makin percaya diri menaikkan suku bunga, dan inflasi diprediksi naik.Hasil rapat bank sentral AS pun mendorong imbal hasil surat berharga AS atau obligasi bertenor 10 tahun naik ke level tertinggi dalam empat tahun. Imbal hasil surat berharga AS mencapai 2,9 persen.

"Tak ada hal mengejutkan bagaimana skema besar. Ini sesuai dengan harapan pasar dan suku bunga akan naik secara bertahap," kata Michael Skordeles, Analis Suntrust Advisory Services."

Tak ada hal mengejutkan untuk menenangkan pasar," tambah dia,seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis 22 Februari 2018.Bank sentral AS juga dinilai tidak terlalu khawatirkan inflasi. "Hasil rapat bank sentral AS mengindikasikan anggota the Federal Reserve tidak terlalu khawatir soal inflasi,"ujar Chief Investment Strategist State Street Global Advisors Michael Arone.

Ia menilai bank sentral AS kemungkinan menaikkan suku bunga mengingat sejumlah data ekonomi baik pada awal Januari. Ini ditunjukkan menguatnya laporan data tenaga kerja, upah naik, dan diikuti indeks harga konsumen.

Berdasarkan data Reuters, keyakinan pelaku pasar suku bunga akan naik pada pertemuan bank sentral AS pada Maret menjadi 93,5 persen. Bank sentral AS diprediksi menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2018.

Selain itu, inflasi menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Kekhawatiran inflasi itu membuat indeks saham S&P 500 melemah lebih dari 10 persen sejak 26 Januari. Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun stabil di kisaran 2,9 persen.

"Ini memang pola tidak biasa. Akan tetapi pemulihan tetap berlanjut. Pelaku pasar akan melihat pasar keuangan tetap naik di tengah ada kemungkinan test level bawah," ujar Jeff Zipper, Direktur US Bank Private Client Reserve.

Sejumlah sektor saham pun mencatatkan performa terbaik. Sektor saham industri naik 1,45 persen. Sektor saham industri membukukan performa terbaik di antara 11 sektor saham lainnya. Sedangkan sektor saham material mendaki 1,13 persen. Sektor saham properti melemah 0,54 persen seiring data penjualan rumah turun pada Januari.

Volume perdagangan saham di wall street mencapai 6,96 miliar saham. Angka ini lebih rendah dibandingkan rata-rata perdagangan saham 8,49 miliar saham.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.