Sukses

Ekspor RI Jeblok karena Industrialisasi Tak Berjalan Mulus

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) lebih aktif membuka pasar baru untuk ekspor produk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha menilai, jebloknya kinerja ekspor nasional 2017 jika dibandingkan dengan negara tetangga tak bisa sepenuhnya dilimpahkan kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Engartiarso Lukito.

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai, pelemahan kinerja tersebut dari negara tetangga disebabkan oleh program industrialisasi di beberapa kementerian sama sekali tidak berjalan.

“Bapak Mendag tidak sepenuhnya dipersalahkan. Sebab industrilisasi yang menjadi tanggung jawab di beberapa kementerian sama sekali tidak berjalan, malah cuma mempersulit investor,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia di Jakarta, Sabtu (3/2/2018).

Bahlil memberi contoh di sektor perikanan dan kelautan. Sektor ini menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Peta jalan industrilisasi perikanan hingga saat ini belum jelas. Bahlil mengatakan, industri perikanan Indonesia semestinya dapat menjadi andalan ekspor nasional.

“Namun saat ini kita sudah tertinggal jauh dari Vietnam. Padahal lautan negara tersebut tak seluas Indonesia. Sepanjang 2017, mampu mengekspor ikan dan olahannya senilai US$ 8,3 miliar sedangkan Indonesia hanya separuhnya,” ujar dia.

Hal serupa terjadi di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Di kementerian ini, aturan setiap bulan berubah, membuat investasi kelistrikan melemah sehingga pasokan listrik industri mengalami defisit.

Bahlil mengatakan, sebenarnya selain industrialisasi dan meningkatkan ekspor barang olahan, pemerintah juga dapat mendorong peningkatan produksi komoditas-komoditas pertanian, perkebunan untuk diekspor.

Namun, peningkatan produksi komoditas-komoditas tersebut mesti dilakukan oleh Kementrian Perindustrian, Kementrian Pertanian, dan Kementerian ESDM.

Bahlil mengingatkan, daya saing industri nasional saat ini sangat lemah. Kondisi itu diperlemah oleh kurang kondusifnya iklim investasi yang disebabkan oleh carut-marut regulasi-regulasi baru ditingkat kementerian maupun di pemerintah daerah.

Padahal, Indonesia telah memiliki momentum untuk meningkatkan investasi langsungnya setelah mencapai status investment grade tahun lalu. ”Menteri-Menteri tidak ikut semangat paket deregulasi Bapak Presiden. Saya juga heran kenapa,” ujar Bahlil. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jokowi Tak Puas Lihat Kinerja Ekspor RI

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) lebih aktif membuka pasar baru untuk ekspor produk Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan ekspor Indonesia dari negara-negara lain di kawasan ASEAN.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk, membeberkan ketidakpuasan Presiden mengenai realisasi kinerja ekspor Indonesia, meskipun ada kenaikan nilai pada tahun lalu. Alasannya karena masih kalah dibanding negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.

"Kalau dilihat ekspor kita di 2017 masih naik 16,8 persen. Tapi yang bikin Bapak Presiden tidak begitu happy, ekspor kita ternyata lebih rendah dibanding negara-negara tetangga," ujar Kecuk pada  Kamis 1 Februari 2018.

Dia menambahkan, Jokowi meminta kepada para menteri, terutama Mendag, untuk meningkatkan kinerja nilai maupun volume ekspor Indonesia. Salah satunya dengan menambah pasar atau negara tujuan ekspor, selain Amerika, China, dan Jepang.

"Kalau dilihat strukturnya memang ada masalah yang perlu dibenahi. Contohnya kalau bicara ekspor, 35 persen ekspor kita ditujukan ke Amerika, Tiongkok, dan Jepang. Artinya, kalau ada sesuatu di negara-negara itu, pengaruhnya besar ke kita," dia menjelaskan.

Oleh karena itu, menurut Kecuk, Jokowi meminta menterinya melakukan diversifikasi pasar atau negara tujuan ekspor. Data BPS menunjukkan sudah ada pergerakan kenaikan ekspor Indonesia ke Mesir dan Turki sekitar 13 persen sampai 14 persen, walaupun porsinya masih kecil.

"Jadi diversifikasi pasar menjadi sebuah keharusan ke depan. Supaya ketergantungan kita pada negara-negara tertentu tidak terlalu besar, karena akan bahaya," tegasnya.

Di samping itu, lebih lanjut Kecuk mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan proses hilirisasi terhadap komoditas ekspor Indonesia agar ada nilai tambah. Sebab, kata dia, kelemahan ekspor Indonesia masih didominasi komoditas mentah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.