Sukses

Asosiasi E-Commerce Ingin Kemenkeu Uji Publik Sebelum Tarik Pajak

Asosiasi E-Commerce Indonesia ingin ada perlakuan yang sama antara e-commerce marketplace dengan media sosial.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mengingatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk melakukan uji publik atas Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik (RPMK Pajak E-Commerce) sebelum diterbitkan.

Ketua Umum idEA Aulia E Marinto mengatakan, selama ini pihak Kementerian Keuangan baru membahas mengenai konsep‎ RPMK Pajak E-Commerce, tapi hal tersebut perlu diperdalam dengan uji publik untuk mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Lantaran, jika kebijakan baru sudah diterbitkan akan berdampak ke pelaku industri.

"Kami mendorong pemerintah uji publik, selama ini baru bicara konsep. Uji publik atas naskah RPMK Pajak e-commerce harus dilakukan sebelum disahkan agar azas formal dan material pembentukan peraturan terwujud," kata Aulia, di Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Aulia melanjutkan, idEA menginginkan ada perlakuan yang sama antara e-commerce marketplace dan media sosial, sehingga aturan tersebut menjangkau seluruh segmen platform. Lantaran jika tidak ada perlakuan yang sama, maka akan membuat penjual di marketplace beralih ke media sosial.

"Intinya, perlakuan antara e-commerce marketplace dengan yang media sosial, dengan kehadirannya bahkan tidak di negara ini. Bukan hanya karena kantornya sudah ada di sini, lalu jadi beres," tutur dia.

‎Aulia mengungkapkan, pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial atas diberlakukannya kebijakan tersebut, sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan usaha kecil menengah (UKM).

‎Aulia melanjutkan, mengingat sebagian besar pelaku usaha di marketplace adalah pelaku usaha skala kecil yang baru memulai bisnisnya, maka secara prinsip idEA mendukung jika dalam RPMK Pajak e-commerce diterapkan tarif PPh Final sebesar 0,5 peren bagi pelaku usaha yang memiliki omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar dalam setahun

"Penerapan aturan perpajakan tersebut diperlukan untuk mendorong UMKM offline bertransformasi menjadi UMKM online, memudahkan pemungutan pajak di masa datang, sekaligus meningkatkan efisiensi dan daya saing UMKM Mikro di Indonesia," tutur Aulia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

PPh E-Commerce Bakal Lebih Rendah dari Konvensional

Sebelumnya, Kementerian Keuangan saat ini tengah merampungkan rencana aturan pajak untuk industri e-commerce. Hingga kini, proses ini sudah dalam tahapan finalisasi.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengatakan, pada prinsipnya, aturan mengenai pajak e-commerce ini untuk menciptakan kesetaraan usaha di Indonesia. Selain itu, memberikan pendapatan bagi negara. Meski belum rampung, Sri Mulyani sedikit memberikan bocoran mengenai tarif pajak yang akan dikenakan nantinya.

"Pajak yang berlaku untuk e-commerce dan konvensional adalah dibuat sama, terutama ini berhubungan dengan PPN," kata dia di Kantor Bea Cukai, Jakarta, Jumat, 19 Januari 2018.

Akan tetapi, tidak untuk pajak penghasilan (PPh). Sri Mulyani menjelaskan tarif PPh ini akan dibedakan antara e-commerce dan konvensional. Untuk konvensional pemerintah saat ini menerapkan tarif PPh final sebesar 1 persen. Nantinya, untuk e-commerce hanya akan diterapkan tarif 0,5 persen.

Perbedaan tarif pajak ini dilakukan karena kapasitas bisnis e-commerce mayoritas masuk dalam kategori usaha kecil menengah (UKM). Dengan demikian, nantinya akan ada sedikit revisi RPP yang sudah ada.

"Mengenai mekanismenya menggunakan KUP yang sekarang, siapa yang memungut, melaporkan bagaimana prosesnya, nanti kita lihat. Kalau sudah keluar akan kita sampaikan," tegas dia. (Yas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.