Sukses

Sektor ESDM Sumbang Hampir 50 Persen PNBP Nasional

Penerimaan negara dari sektor ESDM capai Rp 178,1 triliun pada 2017. Penerimaan itu dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan PPh migas.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim kontribusinya dalam penerimaan negara tumbuh lebih besar pada 2017 dibandingkan 2016.

Meski pada tahun tersebut realisasi subsidi energi sedikit melebihi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2017.

"Ini bukti bahwa sektor ESDM memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional," tegas Menteri ESDM Ignasius Jonan kepada wartawan, Sabtu (6/1/2018).

Berdasarkan catatan awal kinerja tahun 2017 (unaudited), realisasi subsidi energi tercatat sebesar Rp 97,6 triliun. Angka tersebut mencapai 108,7 persen dari target di APBNP 2017 yang sebesar Rp 89,9 triliun.

Hal tersebut tidak terlepas dari upaya mewujudkan keadilan dengan adanya penambahan subsidi listrik bagi 2,44 juta pelanggan rumah tangga tidak mampu dengan daya 900 VA pada Juli 2017. Jumlahnya meningkat menjadi 6,54 juta pelanggan.

Keputusan tersebut dilatarbelakangi atas keseriusan Pemerintah dalam upaya mewujudkan keadilan dan pemerataan akses listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kebijakan diambil melalui kesepakatan bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Juli 2017.

"Besaran penyaluran subsidi energi tersebut tentu tidak signifikan dibanding kontribusi pendapatan sektor ESDM," ujar Jonan.

Penerimaan negara dari sektor ESDM meningkat signifikan pada 2017 mencapai Rp 178,1 triliun mencakup Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 129,1 triliun dan Pajak Penghasilan migas sebeaar Rp 49 triliun. PNBP sektor ESDM sebesar Rp 129,1 triliun dimaksud menyumbang hampir 50 persen dari target PNBP nasional pada APBN-P 2017.

Besaran angka tersebut didapat dari subsektor minyak dan gas bumi (migas) mencapai Rp 85,64 triliun, mineral dan batubara (minerba) Rp 40,61 triliun, EBTKE Rp 0,91 triliun dan lainnya sekitar Rp 1,89 triliun. Secara agregat tercatat nilai PNBP sektor ESDM tahun ini tumbuh sebesar 61,6 persen dari capaian 2016 sebesar Rp 79,9 triliun.

Apabila menghitung keuangan negara tahun 2017 khusus sektor ESDM, yaitu membandingkan antara PNBP sektor ESDM dengan subsidi energi maka terdapat surplus sekitar Rp 31,5 triliun. Bahkan jika perbandingan tersebut antara total PNBP sektor ESDM dan PPh migas dengan subsidi energi maka surpluanya menjadi semakin besar yaitu Rp 80,5 triliun. (Yas)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

ESDM Bakal Berlakukan Royalti Progresif untuk 3 Komoditas

Sebelumnya, Pemerintah berencana memberlakukan royalti progresif untuk komoditas emas, tembaga dan perak. Hal ini untuk membuat porsi penerimaan negara ‎lebih besar.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Susigit menjelaskan, royalti progresif dikenakan pada tiga komoditas tersebut sebesar 0,25 persen, untuk setiap kenaikan harga yang melewati batas tertentu.

‎"Level harganya yang ditentukan. Jadi kalau yang tanpa progresif, begitu harga turun, kita pakai patokan harga. Begitu harganya naik, ikut progresif yang tambah 0,25 persen. Itu tambahannya kalau untuk yang emas," kata Bambang, di Gedung DPR, Jakarta, Senin 27 November 2017.

Bambang menuturkan, harapan dari pemberlakuan royalti progresif emas, tembaga dan perak untuk membuat porsi bagian negara negara melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) tetap besar, dari kegiatan hilir pertambangan tembaga.

"Filosifinya itu supaya pemerintah selalu dapat lebih besar dari kenaikan harga. Cuma itu saja sebenarnya," ungkap Bambang.

Penerapan royalti progresif akan tercantum dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Draft revisi tersebut telah diusulkan ke tingkat Kementerian Koordinator ‎Bidang Perekonomian.

Terpilihnya komoditas emas, tembaga dan perak diusulkan untuk ‎diterapkan royalti progresif, karena fluktuasi harganya dinilai paling tinggi. "Fluktuasi harga yang lebih tinggi hanya tiga itu komoditasnya. Yang lain kan tetap stabil," tutur Bambang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.