Sukses

Pemicu Target Pajak RI Selalu Tak Capai Target

Dari total populasi Indonesia yang mencapai 257 juta orang, yang terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi hanya sebanyak 30 juta orang.

Liputan6.com, Jakarta Kurun waktu 5 tahun terakhir, realisasi penerimaan pajak di Indonesia tidak mencapai target. Pada 2016, dari target pajak Rp 1.355 triliun, hanya tercapai Rp 1.105 triliun. Salah satu pemicunya, terkait dengan rasio pajak di Indonesia.

‎Direktur P2 Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, dibandingkan negara lain, rasio pajak Indonesia masih tergolong rendah.

Saat ini, rasio pajak Indonesia baru sekitar 10 persen, sedangkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura telah mencapai 15 persen.

"Dari PDB kita yang Rp 13 triliun, dari pajak itu 10 persen, kalau ditambah dengan bea cukai hanya 10,3 persen. Dibandingkan Malaysia dan Singapura itu sudah sekitar 14 persen-15 persen. Jepang sudah 24 persen," ujar dia di Kantor DJP, Jakarta, Senin (27/11/2017).

Yoga menjelaskan, dari total populasi Indonesia yang mencapai 257 juta orang, yang terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi hanya sebanyak 30 juta orang.

Dari jumlah tersebut, hanya 12,7 juta orang rutin melapor dan yang rutin membayar hanya 1,55 juta orang.

"Ini sangat rendah. Kalau dibandingkan ‎di Jepang, populasinya 127 juta orang dan ada 40 juta wajib pajak orang pribadi yang bayar dengan benar," kata dia.

Meski demikian, lanjut dia, ke depannya potensi penerimaan pajak Indonesia masih sangat besar‎. Sebab, Indonesia menjadi negara dengan bonus demografi di mana usia produktifnya terus membesar dan berpotensi menjadi pembayar pajak dalam beberapa tahun ke depan.

‎"Jepang penduduknya sudah memasuki kategori produktif dan cenderung tua. Tapi Indonesia akan lebih baik karena masih banyak generasi muda yang produktif. Mereka dalam 10 tahun-20 tahun akan memasuki usia produktif yang akan menggenjot perekonomian kita dan yang akan membayar pajak," tandas dia.

Sebagai informasi, pada 2012 dari target penerimaan pajak Rp 836 triliun, hanya tercapai Rp 752 triliun. Pada 2013, dari target Rp 995 triliun, penerimaan pajak yang tercapai hanya Rp 921 triliun.

Kemudian di 2014, dari target Rp 1.072 triliun, yang tercapai Rp 985 triliun. Di 2015, dari target Rp 1.240 triliun, penerimaan pajak yang tercapai Rp 1.060 triliun. Dan pada 2016, dari target 1.355 triliun, yang tercapai hanya sebesar Rp 1.105 triliun.

Tonton Video Pilihan di Bawah ini

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Strategi Sri Mulyani Kejar Setoran Pajak Tanpa Bikin Takut

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berjanji akan mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.283,6 triliun di 2017 tanpa menimbulkan ketakutan bagi wajib pajak (WP). Pemerintah akan mengumpulkan setoran berdasarkan undang-undang (UU) yang berlaku, data yang akurat, dan profesional.

"Apa yang kami lakukan untuk tidak menakuti WP, yaitu kami akan terus menjalankan seprofesional mungkin," ujar dia di Jakarta, Kamis 16 November 2017.

Untuk diketahui, penerimaan pajak hingga Oktober 2017 mencapai Rp 858,05 triliun atau 66,85 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.

Sri Mulyani menjelaskan, pembayaran pajak wajib bagi seseorang maupun badan usaha yang memiliki kekuatan ekonomi. Pemerintah memastikan akan menjalankan tugas mengumpulkan pajak sesuai UU. Yang dimaksud adalah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Kami lakukan sebaik mungkin untuk memungut pajak sesuai UU bukan sesuai selera masing-masing. UU sudah mengatur cukup jelas kewajiban masing-masing pajaknya. Kami pun tidak henti-hentinya memberi penjelasan," tegas dia.

Bagi Sri Mulyani, pemerintah tidak dapat membebaskan seseorang dan badan usaha yang memiliki kekuatan ekonomi dari kewajiban membayar pajak. Ditjen Pajak akan berupaya menjelaskan berapa pajak yang harus disetorkan WP kepada negara dengan data-data keuangannya.

"Kalau para WP memahami itu, dia tidak akan merasa diintimidasi karena UU yang mengharuskan kewajiban pembayaran pajak," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Kementerian Keuangan, terutama Ditjen Pajak, ia menuturkan, memiliki saluran resmi yang dapat dimanfaatkan WP untuk mengadu, mengeluh, atau mencari informasi. Sri Mulyani menyampaikan setiap proses pengumpulan pajak, termasuk pemeriksaan hingga penuntutan sudah diatur secara rigid dalam UU.

"Kalau merasa diintimidasi di luar UU KUP, kami punya banyak saluran. Tapi kalau sampai pemeriksaan akhir harus membayar pajak, tapi tidak bayar, ya kami lakukan tindakan. Namun sebelum sampai itu terjadi, WP diimbau membayar sehingga kami tidak melakukan tindakan yang sifatnya intensif," kata dia.

"Kami berjanji akan terus memperbaiki dari pelayanan, transparansi, dan feed back dari seluruh masyarakat akan kami hargai," kata Sri Mulyani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.