Sukses

DJP: Tak Ada Tax Amnesty Jilid II, Cuma Hapus Denda 200 Persen

Dalam revisi PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak mengatur 3 poin

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menegaskan tidak ada pengampunan pajak ([tax amnesty]( 3166341 "")) jilid II pada tahun ini. Revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2016 dipastikan hanya menghilangkan sanksi bagi wajib pajak (WP) yang sudah ikut tax amnesty maupun yang belum berpartisipasi.

"Tidak ada pengampunan pajak jilid II," tegas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Untuk diketahui, dalam revisi PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak mengatur tiga poin penting.

Salah satunya menyangkut penghapusan sanksi 200 persen bagi peserta tax amnesty dan 2 persen kali maksimal 24 bulan untuk yang tidak ikut tax amnesty.

Pemberian kesempatan kepada WP, baik yang ikut tax amnesty maupun tidak untuk mengungkapkan sendiri harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan maupun dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan membayar PPh sesuai tarif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017.

PP ini mengatur pajak penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan, sepanjang Ditjen Pajak belum melakukan pemeriksaan.

Hestu Yoga menjelaskan, kebijakan tersebut sangat berbeda dengan pengampunan pajak. Hal ini bisa terlihat jelas pada skemanya. Pertama, tarif yang dibayarkan oleh WP bukan tarif tebusan seperti tax amnesty sebelumnya 2 persen, 3 persen, 5 persen.

Akan tetapi, dikenakan tarif PPh normal sesuai PP 36/2017, yakni untuk WP orang pribadi sebesar 30 persen, badan usaha sebesar 25 persen, dan WP tertentu dikenakan tarif 12,5 persen.

"Fasilitas lainnya seperti di tax amnesty dulu pun tidak ada dalam revisi PMK itu. Misalnya tidak dilakukan pemeriksaan, tidak dilakukan penyidikan, dan kalau punya utang pajak cuma bayar pokok utangnya saja, itu tidak ada di aturan baru nanti," dia menerangkan.

Itu artinya, Hestu Yoga memastikan, WP yang sudah ikut tax amnesty dapat dibebaskan dari denda 200 persen dalam Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, begitu pula dengan sanksi 2 persen kali maksimal 24 bulan untuk WP yang tidak ikut tax amnesty.

"Jadi tidak dikenakan sanksi Pasal 18 buat yang ikut tax amnesty denda 200 persen, dan yang tidak ikut tax amnesty 2 persen kali maksimal 24 bulan," dia memaparkan.

Syaratnya, kata dia, WP secara sukarela mendeklarasikan harta yang belum diungkap dalam program tax amnesty maupun harta yang belum diikutkan dalam SPT masa PPh. "Syarat lainnya belum diterbitkan surat perintah pemeriksaan pajak atau kita belum lakukan pemeriksaan," jelas Hestu Yoga.

Dia beralasan, tujuan penghapusan sanksi dalam perubahan PMK 118/2016 tersebut untuk mendorong kepatuhan pelaporan pajak dari WP secara sukarela dan meningkatkan basis pajak.

"Daripada kita temukan harta 2015 ke bawah dan dianggap penghasilan tambahan, lalu kena sanksi 200 persen maupun 2 persen, lebih baik laporkan harta secara sukarela. Kalau dideklarasikan seluruh hartanya, kita tidak akan kenakan sanksi," ujarnya.

Hestu Yoga mengatakan, perubahan PMK 118/2016 akan diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dalam satu sampai dua hari ini. Di samping itu, Ditjen Pajak juga akan mengeluarkan peraturan teknis dalam bentuk peraturan dirjen.

"Minggu ini PMK dan Perdirjen sudah bisa selesai," tukasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

117 Ribu Peserta Tax Amnesty Belum Minta Bebas PPh Balik Nama

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, dari 151 ribu wajib pajak (WP) peserta tax amnesty yang berpotensi memanfaatkan fasilitas bebas Pajak Penghasilan (PPh) balik nama harta, baru 34 ribu atau 23 persen yang telah mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh. Artinya, ada 117 ribu WP yang belum meminta fasilitas tersebut.

"Sampai 16 November 2017, baru 23 persen atau 34 ribu WP yang melakukan permohonan SKB PPh pengalihan harta tanah dan bangunan dari Nominee ke WP," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Jumat (17/11/2017).

Jumlah ini naik dibanding posisi sebelumnya 29 ribu per 14 November 2017. Begitupun dengan permohonan SKB PPh yang ditolak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pun bertambah dari 5.800 WP per 14 November 2017 menjadi 6.800 WP hingga 16 November ini.

"Dari 34 ribu WP, 80 persennya pengajuan diterima, dan 20 persennya ditolak karena berbagai alasan," Sri Mulyani menambahkan.

Jika dihitung, sebesar 20 persen dari 34 ribu WP adalah sebanyak 6.800 WP yang pengajuan surat bebas PPh ditolak oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Sementara yang diterima dan diproses sebanyak 27.200 WP.

Dari jumlah 6.800 WP yang ditolak permohonan SKB PPh-nya, sebesar 48 persen atau sebanyak 3.264 WP ditolak karena persyaratan formal, termasuk dokumen tidak lengkap seperti tidak ada lembar legalisasi dan tidak ada kopi dokumen pendukung.

Sebanyak 29 persen atau 1.768 WP ditolak karena alasan perbedaan data. Contohnya tanah yang diungkap di program tax amnesty lokasinya di Bogor, tapi yang diminta pembebasan pajaknya merupakan tanah yang berada di Tangerang.

"Sebesar 9 persen atau 612 WP ditolak karena bukan harta tambahan. Artinya harta yang ingin dibaliknamakan dan bebas PPh bukan yang diungkap di Surat Pernyataan Harta (SPH) Tax Amnesty," tutur Sri Mulyani.

Adapun 612 WP atau 9 persen lagi karena merupakan pengembang atau developer yang memang berprofesi jual beli maupun balik nama rumah rumah dan bangunan sehingga tidak masuk dalam kategori yang dibebaskan PPh-nya. Sementara 8 persen sisanya atau 544 WP ditolak karena alasan lain.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.