Sukses

Ditjen Pajak Akan Tindak Lanjuti Data Paradise Papers

Publikasi Paradise Papers dilakukan oleh lebih dari 380 wartawan dan menghabiskan waktu selama 1 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Usai Panama Papers, kembali menyeruak dokumen Paradise Papers. Dokumen ini menelisik keterlibatan pebisnis papan atas, pimpinan pemerintahan, serta tokoh dalam bidang politik, global, dan hiburan dalam hal menyembunyikan kekayaan mereka demi menghindari incaran pajak.

Dalam bocoran yang mencapai 13,4 juta data ini, ada nama Ratu Elizabeth, Menteri Perdagangan dalam kabinet Presiden Donald Trump, Wilbur Ross, hingga taipan Indonesia, seperti Prabowo, Tommy, dan Mamiek Soeharto.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat dimintai tanggapan mengenai bocoran Paradise Papers enggan berkomentar panjang lebar. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan.

"Itu tanya ke Ditjen Pajak saja," kata Darmin di Jakarta, Senin (6/11/2017).

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengaku akan menindaklanjuti data Paradise Papers.

"Data dan informasi dari berbagai sumber, termasuk yang terakhir ini (Paradise Papers), tentu akan kita tindak lanjuti. Kita akan coba dapatkan data secara lebih lengkap dan detail," jelasnya.

"Hal tersebut sebagai bagian untuk memastikan kepatuhan WP terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku, di antaranya apakah harta sudah dilaporkan dalam SPT tahunan atau dideklarasikan dalam program tax amnesty," tegas Hestu Yoga.

Akan tetapi, dia bilang, Ditjen Pajak tidak dapat menyampaikan ke publik secara spesifik WP tertentu sesuai aturan Pasal 34 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan Pasal 21 UU Tax Amnesty.

"Kami tidak dapat menyampaikan ke publik secara spesifik atas WP tertentu karena rahasia jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU KUP dan Pasal 21 UU Tax Amnesty," jelasnya.

Lebih jauh, Hestu Yoga mengatakan, data yang berasal dari Panama Papers, transfer melalui Standard Chartered, dan Paradise Papers saat ini, sebenarnya mendahului Automatic Exchange of Information (AEoI) yang untuk Indonesia akan efektif pada September 2018.

"Pada saat AEoI sudah berjalan efektif nanti, tentunya informasi yang kita terima akan lebih detail, luas, dan legitimate," tutur Hestu Yoga.

Untuk diketahui, Pasal 34 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang KUP yang mengatur bahwa:

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dan ayat (2) berbunyi: Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 21 UU Tax Amnesty menyebut: (2) Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.

(3) Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapa pun atau diberikan kepada pihak mana pun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan Wajib Pajak sendiri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penelusuran setahun

Untuk diketahui, sebuah penyelidikan terbaru diungkap ke publik minggu ini, diberi nama Paradise Papers. Penyelidikan tersebut menelisik keterlibatan pebisnis papan atas, pimpinan pemerintahan, serta tokoh dalam bidang politik, global, dan hiburan dalam hal menyembunyikan kekayaan mereka demi menghindari incaran pajak.

Dilansir dari The Guardian, Senin (6/11/2017), detail mengenai informasi tersebut ada dalam 13,4 juta dokumen. Sebagian besar arsip itu memberi informasi mengenai cara-cara picik perusahaan papan atas dunia menyembunyikan kekayaan mereka.

Mereka menggunakan kerumitan struktur yayasan dan perusahaan-perusahaan tertutup untuk melindungi uang mereka dari otoritas pajak atau menyembunyikan transaksi mereka. Meski demikian, sebagian besar transaksi ini disebutkan tidak melanggar hukum.

Sama halnya dengan skandal Panama Papers yang diungkap tahun lalu, dokumen itu diperoleh oleh surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung, yang kemudian meminta International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) atau Konsorsium Jurnalis Investigatif untuk melakukan penyelidikan.

Pengungkapan ini akan memberi tekanan pada para pemimpin dunia, termasuk Trump dan Perdana Menteri Inggris, Theresa May. Hal ini bertolak belakang dengan keputusan mereka yang telah berjanji untuk mengekang skema penghindaran pajak agresif.

Publikasi Paradise Papers dilakukan oleh lebih dari 380 wartawan dan menghabiskan waktu selama satu tahun. Mereka menyisir berbagai data yang didapat dari 70 tahun silam.

Penemuan Paradise Papers ini sangat mengejutkan, apalagi di tengah ketimpangan pendapatan global yang makin meningkat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.