Sukses

Imbal Hasil ORI 014 Terendah Sepanjang Sejarah

Pemerintah membuka masa penawaran ORI seri 014 mulai 29 September sampai 19 Oktober 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) menetapkan tingkat imbal hasil atau kupon Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 014 sebesar 5,85 persen per tahun. Tingkat imbal hasil ini merupakan kupon terendah sepanjang sejarah penerbitan ORI sejak 2006.

"ORI 014 dengan tingkat kupon 5,85 persen per tahun memang turun cukup dalam dibandingkan penerbitan ORI sebelumnya," kata Direktur Jenderal PPR Kemenkeu, Robert Pakpahan saat Konferensi Pers di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (29/9/2017).

Dari data DJPPR, selama penerbitan ORI sejak 2006, baru tahun ini atau ORI 014 yang menawarkan tingkat imbal hasil di kisaran 5 persen atau tepatnya 5,85 persen per tahun. Di tahun lalu, dengan penerbitan ORI 013, pemerintah menjual obligasi tersebut dengan tingkat kupon 6,60 persen per tahun. Sedangkan ORI 012 di 2015 dijual dengan imbal hasil 9 persen per tahun.

Kupon tertinggi pernah ditawarkan pemerintah pada ORI 001 di 2006 sebesar 12,05 persen, ORI 002 sebesar 9,28 persen, ORI 003 sebesar 9,4 persen, ORI 004 sebesar 9,5 persen, ORI seri 005 ditawarkan 11,45 persen.

Kemudian kupon ORI seri 006 kembali turun sebesar 9,35 persen, ORI 007 sebesar 7,95 persen, ORI 008 sebesar 7,3 persen, ORI 009 sebesar 6,25 persen, ORI 010 sebesar 8,5 persen, dan seri 011 pada 2014 dijual dengan imbal hasil 8,5 persen per tahun.

Menurut Robert, perhitungan tingkat imbal hasil di ORI 014 sebesar 5,85 persen per tahun mengacu pada realisasi imbal hasil lelang Surat Berharga Negara (SBN) FR031 dengan jatuh tempo 3 tahun sebesar 5,8 persen. Tenor 5 tahun seri FR061 pada 26 September ini dijual dengan imbal hasil 5,9 persen. Tenor 10 tahun berkisar 6,2 persen-6,3 persen per tahun.

"Faktanya tren penurunan suku bunga, SBN dengan tenor 10 tahun mengalami penurunan yield atau imbal hasil 60 basis poin. Di pasar sekunder, imbal hasil tenor SBN 10 tahun turun 168,5 basis poin. Jadi memang trennya menurun," jelas Robert.

Dia memperkirakan, tingkat imbal hasil atas surat utang atau obligasi di negara lain bakal terus terseret ke bawah sampai akhir tahun dan di tahun berikutnya dengan berbagai faktor.

"Walaupun Fed Fund Rate naik, tapi suku bunga acuan Bank Indonesia turun karena perekonomian Indonesia kuat, defisit dan utang pemerintah cukup rendah, inflasi diperkirakan di bawah 4 persen," ujarnya.

"Kalau inflasi 3,7 persen-3,8 persen, tidak mungkin imbal hasilnya 6 persen. Sekarang trennya tingkat bunga rendah. Jadi 5,85 persen, saya pikir masih menarik investor lah," pungkas Robert.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Minimal Rp 5 juta

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan telah menerbitkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 014. Dengan pemesanan minimal Rp 5 juta, investor individu atau ritel bisa membeli surat utang ini dengan imbal hasil 5,85 persen dan keunggulan lain.

Robert mengungkapkan, saat ini pemerintah membuka masa penawaran ORI seri 014 mulai 29 September sampai 19 Oktober 2017. Obligasi ini menawarkan kupon atau imbal hasil sebesar 5,85 persen dengan jatuh tempo 3 tahun.

"ORI 014 tenor 3 tahun dengan tingkat kupon 5,85 persen per tahun (tetap) dan dibayarkan setiap bulan, setiap tanggal 15. Pembayaran kupon pertama pada 15 November 2017," kata dia. 

Lebih jauh Robert menambahkan, ada minimum holding period, yakni 2 kali periode pembayaran kupon. Artinya, 2 kali pembayaran kupon belum bisa diperdagangkan, tapi setelah itu bisa diperdagangkan di pasar sekunder tergantung pada tingkat bunga. Sehingga ORI 014 berpotensi menjadi premium, dan si pemegang mendapatkan keuntungan (capital gain).

"Kalau nanti tren tingkat bunga turun saat diperdagangkan di pasar sekunder, maka kupon ORI 014 sebesar 5,85 persen bisa jadi premium karena lebih besar dibanding trennya. Dengan begitu, ada capital gain buat pemegang," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.