Sukses

Rencana Besar China di Kancah Perdagangan Global

Banyak negara maju dinilai tidak nyaman dengan meningkatnya kekuatan China.

Liputan6.com, Hong Kong - China bakal menghidupkan jalur sutera modern bertajuk One Belt One Road. Rencana yang telah diluncurkan hampir 4 tahun lalu ini bertujuan untuk mendorong miliaran dolar Amerika Serikat untuk pembangunan jalur kereta api, jalan, pelabuhan, dan proyek lainnya di Asia, Afrika sampai Eropa.

Sejumlah kritikus menilai, rencana ini sebagai program yang menimbulkan pemborosan besar-besar. Lantas, apa sebenarnya maksud China dengan program ini?

Dikutip dari CNN Money, Minggu (14/5/2017), langkah tersebut dianggap strategi China untuk meningkatkan pengaruhnya terhadap global dalam beberapa tahun terakhir. Pada akhir pekan ini, beberapa pemimpin kuat dunia akan berkumpul di Beijing untuk pertemuan One Belt One Road.

Meski begitu, para pemimpin dari G7 diprediksi tidak hadir, kecuali Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni. "Eropa lebih menerima inisiatif ini daripada Amerika Serikat (AS)," kata Tianjie He dari Oxford Economics.

Dia menambahkan, banyak negara maju tidak nyaman dengan kemajuan China. "Tapi banyak negara maju masih merasa tidak nyaman dengan meningkatnya kekuatan China," ujar dia.

Lebih lanjut, pada pertemuan tersebut, Presiden China Xi Jinping akan menyambut 29 pemimpin negara termasuk di antaranya Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Di hadapan para pemimpin dunia, China akan menawarkan beberapa angka yang mengesankan. Untuk diketahui, negara yang berkumpul merupakan 60 persen dari populasi dunia dan menyumbang sekitar sepertiga dari ekonomi dunia.

Pada 2050 negara tersebut diharapkan memberikan kontribusi 80 persen dari pertumbuhan GDP global atau naik 68 persen dari akhir tahun lalu.

"Orang China telah belajar bahwa cara terbaik untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi adalah membuat lapangan kerja yang baik," kata Jin-Yong Cai mantan CEO di bagian investasi Bank Dunia.

"Ketika Anda melihat dunia, terutama negara-negara berkembang, hambatan paling penting pertumbuhan ekonomi adalah kurangnya infrastruktur," tambah dia.

Proyek yang berjalan mencakup ribuan kilometer jalan di Pakistan, bandara di Nepal, rel kereta api antara China dan Laos. Perusahaan global seperti GE dan Siemens juga akan memanfaatkan rencana itu disamping perusahaan konstruksi China.

Meski demikian, inisiatif ini tidak akan nampak dalam waktu dekat. Bahkan sejumlah pengamat mempertanyakan soal efektivitas investasi yang besar itu.

"Akankah acara bulan ini dikenang sebagai tahap selanjutnya dalam globalisasi ekonomi China, atau sebagai gajah putih besar yang meninggalkan sumber daya terbuang ," kata Presiden Kamar Dagang Uni Eropa di China, Jorge Wuttke.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.