Sukses

Menteri Rini Berhentikan Dirut PT PAL

Kementerian BUMN telah menyampaikan surat kepada dewan komisaris PT PAL untuk meningkatkan pengawasan terhadap internal perusahaan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Rini Soemarno‎ telah memberhentikan Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) Muhammad Firmansyah Arifin. Pemberhentian itu karena status yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

‎"Mengikuti perkembangan di KPK, telah diambil keputusan untuk memberhentikan Dirut yang telah ditetapkan tersangka," kata Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis dan Media Fajar Harry Sampurno kepada wartawan, Sabtu (1/4/2017).

Harry menambahkan, ‎sebagaimana telah menjadi policy zero tolerance atau tanpa kompromi, Kementerian BUMN telah menyampaikan surat kepada Dewan Komisaris PT PAL Indonesia untuk meningkatkan pengawasan terhadap internal perusahaan.

‎"Kami juga mengingatkan semua jajaran di BUMN untuk tidak melakukan hal yang melanggar ketentuan apalagi korupsi," tegas Harry.

‎Seperti diketahui, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil operasi tangkap tangan (OTT) terkait suap pengadaan kapal di PT PAL Indonesia. Dalam penyidikan ini, KPK langsung menetapkan empat orang tersangka.

Mereka adalah Direktur Utama PT PAL Indonesia, Muhammad Firmansyah Arifin (MFA), General Manager of Sales and Marketing PT PAL Indonesia Saiful Anwar (SAR), General Manager Arif Cahyana (AC) dan pihak swasta Agus Nugroho (AN).

"Kami menaikan status kepada empat orang menjadi ke penyidikan, dan menetapkan sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di Gedung KPK.

Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang sebesar US$ 25 ribu.

Penetapan tersangka empat orang tersebut lantaran diduga melakukan suap pengadaan kapal perang di PT PAL Indonesia dengan jenis Strategic Sealift Vessel (SSV). Tiga pejabat PT PAL diberikan janji dan hadiah terkait pengadaan kapal untuk Filipina itu.

Sebagai penerima MFA, SAR dan AC dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan AN disangka kena Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.‎ (Yas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.