Sukses

Ini Penyebab Biaya Logistik Mahal di RI versi Pengusaha

Pengusaha menilai, seharusnya keuntungan dari tarif logistik juga dibatasi.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menyebut, biaya logistik yang tinggi di Indonesia selalu menjadi kambing hitam dari persoalan mahalnya harga komoditas, seperti harga bahan pangan. Saat ini, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut-sebut sebagai biang kerok daripermasalahan ongkos logistik.

"BUMN sekarang ini jadi salah satu biang dari biaya logistik yang tinggi di Indonesia," ucap Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita saat Diskusi Publik Harga Komoditas Tinggi, Salah Logistik? di Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Zaldy mengaku, beberapa perusahaan pelat merah mulai ancang-ancang akan menaikkan tarif logistik, termasuk biaya pengelolaan (Terminal Handling Charge/THC) dan penyesuaian biaya logistik di bandar udara.

"BUMN mulai menaikkan tarif-tarif logistik. Jadi ini mirip pungutan liar (pungli), tapi ini resmi," ujar dia.

Dia menuturkan, keuntungan besar yang dikantongi BUMN dari kenaikan ongkos-ongkos logistik berasal dari hasil memalak jasa logistik. "Anda (BUMN) senang, kami susah dari tarif yang tinggi itu. Jadi harusnya keuntungan itu dibatasi," ucap dia.

Zaldy menerangkan, penyebab lain dari tingginya biaya logistik di Tanah Air, ketidakmampuan daerah-daerah sentra produksi mengirimkan hasil produksi ke daerah lain karena adanya kesenjangan harga di satu titik dan titik lainnya.

"Kalau cabai harganya Rp 180 ribu per kg, kalau biaya logistiknya tidak sampai 50 persennya, masih bisa dikirim. Tapi kalau biaya logistik lebih dari 50 persen dari harga barang, itu tidak bisa dikirim," jelas dia.

Selanjutnya ada faktor ketidakseimbangan volume di Jawa dan di luar Jawa. "Mengirim kontainer ke Amerika Serikat (AS) lebih murah dibanding ngirim ke Sorong karena untuk kembalinya tidak ada barang yang bisa diangkut," tambah Zaldy.

Zaldy melanjutkan, biaya logistik mahal juga disebabkan infrastruktur transportasi yang belum memadai. Dia menilai, subsidi yang diberikan ke industri pelayaran dan penerbangan sangat tidak tepat. Itu dampaknya tidak permanen atau hanya jangka pendek.

"Begitu subsidi dicabut, tarif bisa tinggi lagi. Jadi lebih baik pemerintah memperbaiki fasilitas pelabuhan yang bagus sehingga waktu tunggu tidak lama dan kapal swasta maupun Pelni akan mendapat keuntungan dari fasilitas tersebut," saran dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini