Sukses

Kesadaran Ingin Sehat Naik, Bikin Harga Komoditas Ini Merosot

Harga kakao diprediksi bisa lebih rendah ke posisi US$ 2.000 per ton dengan kondisi yang ada.

Liputan6.com, New York - Harga kakao merosot ke posisi terendah dalam 4 tahun. Pemicunya, pasokan yang melimpah dan melemahnya permintaan seiring terus tumbuhnya kesadaran di masyarakat untuk menjaga kesehatannya.

Mengutip laman CNBC, Selasa (7/2/2017), harga patokan kakao berjangka di Intercontinental Exchange di New York mencapai US$ 2.052 per metrik ton pada 3 Februari. Ini merupakan level terendah sejak Maret 2013.

Harga ini juga memperpanjang penurunan selama setahun terkait dengan kondisi cuaca. Harga kakao ditutup ke posisi US$ 2.052 per ton pada hari Jumat pekan lalu.

Penurunan harga kakao ternyata dipengaruhi beberapa hal. Masa panen di negara produsen kakao di Afrika Barat yang pertama membebani harga. Pantai Gading dan Ghana merupakan produsen biji kakao terbesar di dunia, yang memasok lebih dari dua pertiga pasokan global.

"Musim ditandai dengan angin kering dan berdebu bertiup dari Sahara dan sejauh ini tidak menciptakan banyak kerusakan terhadap tanaman kakao. Sebaliknya, kondisi cuaca yang terlihat akan membaik, memicu aksi jual," kata Agen Komoditas Phillip Futures Wilfred Chong.

Bahkan harga kakao diprediksi bisa lebih rendah ke posisi US$ 2.000 per ton dengan kondisi yang ada.

Fakto lain terkait penjualan produk olahan kakao yakni cokelat. Di AS, yang merupakan pasar cokelat terbesar dunia, penjualan ritel permen coklat tumbuh melambat dalam dua tahun terakhir.

Penjualan cokelat secara volume hanya meningkat 0,6 persen pada 2016. Sementara secara nilai, penjualan cokelat hanya naik 0,7 persen senilai US$ 13,7 juta sampai 25 Desember 2016, menurut data perusahaan riset pasar IRI yang berbasis di Chicago.

Sementara di 2015, volume penjualan cokelat turun 2,8 persen, dengan kenaikan secara nilai sebesar 3 persen menjadi US$ 13,6 juta.

Demikian pula di China, penjualan ritel cokelat secara volume cenderung turun 4 persen menjadi 122 ribu ton pada 2016.

Firma riset pasar Euromonitor menyatakan, penurunan penjualan terjadi seiring tumbuhnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan, perlambatan pengeluaran, dan inovasi produk.

"Pengembangan produk baru cokelat pada tahun lalu terbatas dibandingkan dengan makanan ringan lainnya, seperti kacang-kacangan, karena banyak produsen gula terkemuka telah memotong anggaran mereka untuk inovasi produk. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan, karena konsumen biasanya tertarik pada produk baru," tulis analis Euromonitor.

Semua ini bukan berita buruk. Sebab konsumen dipastikan masih akan memakan cokelat, meski mereka akan lebih memilih produk yang lebih berkualitas tinggi.

"Saat konsumen mencari, mereka juga semakin khawatir untuk mencari makanan yang lebih sehat," tulis analis Euromonitor.

Demikian pula Phillip Futures 'Chong mengatakan, meskipun terjadi bearish harga pada saat ini, pecinta coklat akan ada mencari makanan kesukaannya.

"Mungkin ada peningkatan jumlah individu yang sadar kesehatan tetapi ada juga popularitas yang tumbuh lebih dari manfaat kesehatan dari cokelat," kata dia. (Nrm/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini