Sukses

Pajak Progresif pada Tanah Nganggur Tak Ganggu Sektor Properti

Pemerintah memberikan pajak lebih tinggi untuk tanah menganggur karena harga lahan yang tiba-tiba melonjak.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menjamin kebijakan pengenaan pajak lebih tinggi (progresif) atas kepemilikan atau investasi tanah yang tidak terpakai alias menganggur tidak akan membebani sektor properti.

Kebijakan ini ditujukan hanya bagi pihak-pihak yang berspekulasi dan berinvestasi pada lahan yang akan digunakan dalam proyek infrastruktur yang tengah digenjot pemerintah.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah akan memilah mana lahan yang dibeli untuk bisnis properti atau untuk berspekulasi. Untuk membedakan, pemerintah akan menentukan kriterianya.

‎"Kita akan lihat, kalau tanah digunakan properti tidak ada masalah. Kalau hoarding saja? Tentu akan dilihat secara hati-hati," ujar dia‎ di Jakarta, seperti ditulis Rabu (25/1/2017).

Pemerintah, lanjut Sofyan, juga tidak akan mempermasalahkan lahan yang masuk ke dalam Bank Tanah. Asalkan, lahan tersebut jelas peruntukkannya.

"Kalau misalnya dianggap bagian dari Bank Tanah, ya kita bisa mengerti. Tapi Bank Tanah juga perlu ada planning (rencana penggunaan lahan), misalnya supaya orang bikin rumah ke atas (vertikal)," kata dia.

Sofyan mengungkapkan, munculnya rencana untuk mengenakan pajak lebih tinggi pada tanah yang menganggur karena melihat harga lahan yang tiba-tiba melonjak tinggi saat akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti perumahan, jalan tol dan lain-lain.

‎"Intinya adalah harga tanah sekarang naik, akibatnya orang akan spekulasi harga tanah karena insentif di tanah berlebihan. Jadi orang-orang miskin tidak bisa akses tanah, pembangunan program untuk kepentingan umum terganggu," jelas dia.

‎Dengan ada kebijakan ini nantinya diharapkan tidak ada lagi pihak-pihak yang berspekulasi dan mengambil keuntungan dari lahan yang akan dijadikan proyek infrastruktur pemerintah.

"Orang dapat keuntungan tanpa lakukan apapun, itu tidak boleh. Karena orang buat keuntungan harusnya dari nilai tambah. Kalau orang mau spekulasi tanah, apalagi mau dibikin tol di situ dia beli dulu. Itu nggak boleh," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini