Sukses

Budi Karya: Jadi Menhub Pekerjaan yang Menantang

Menteri Perhubungan Budi Karya menuturkan, tugas berat sebagai menhub adalah memastikan seluruh fungsi di Kemenhub berjalan benar.

Liputan6.com, Jakarta - Baru lima bulan menjabat, Budi Karya Sumadi begitu menikmati pekerjaannya sebagai Menteri Perhubungan (Menhub) menggantikan posisi Ignasius Jonan. Puluhan tahun mengabdi sebagai seorang profesional, Budi Karya merasa tertantang menerima tawaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Menhub.

Kiprah dan karier Budi Karya mulai naik daun sejak memimpin Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Kemudian, Pria kelahiran Palembang tersebut diberi amanat memimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkasa Pura II (Persero).

Tak lama sebagai Direktur Utama Angkasa Pura II, Presiden Jokowi memberi kepercayaan kepada Budi Karya untuk menjadi Menhub sejak 27 Juli 2016. Ketika ditanyakan mengapa menerima tawaran Presiden menjadi Menhub, Budi Karya menganggap ini kesempatan yang tidak bisa didapatkan banyak orang.

"Kita dikasih kesempatan, dan kesempatan ini tidak banyak. Saya lihat negara kita ingin bersaing, dan saya sebagai profesional sudah biasa berkompetisi. Jadi ilmu, pengalaman mungkin saya bisa berikan pada pekerjaan ini," kata aarjana arsitektur lulusan Universitas Gadjah Mada itu.

Budi Karya menuturkan, tugas berat sebagai Menhub adalah memastikan seluruh fungsi di Kementerian Perhubungan berjalan dengan benar, yakni soal integritas dan kesungguhan.

Ia menuturkan, Indonesia memiliki banyak daerah terpencil, terpelosok, dan tertinggal sehingga harus tercipta sebuah konektivitas supaya dapat terwujud masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.

"Kerjaan yang di depan mata saja belum dikerjakan, apalagi yang di ujung. Tapi bagi saya ini menantang," ucap Budi Karya.

Budi Karya Sumadi mengamati permasalahan arus distribusi barang dari Jawa Timur, melewati Bali untuk sampai ke Lombok. Jalanan rusak parah, sehingga Gubernur Jawa Timur komplein.

Setelah didiskusikan, kata dia, sebenarnya akan lebih ekonomis jika menggunakan kapal RoRo dari Surabaya menuju Lombok. Begitupun dengan kondisi bandara di Papua tanpa Air Traffic Control (ATC), landasan pacu pendek sehingga kerap menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. "Jadi hal-hal seperti ini perlu didiskusikan dan dicarikan solusinya," ujar Budi Karya.

 

 


 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.