Sukses

Harga Minyak Sentuh Posisi Tertinggi dalam 18 Bulan

Produsen non OPEC yang dipimpin Rusia sepakat untuk ikut mengurangi output sebesar 558 ribu barel per hari, untuk mendorong harga minyak.

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia naik ke posisi tertinggi dalam 18 bulan pada hari ini, setelah OPEC dan anggota non OPEC mencapai kesepakatan pertama mereka sejak 2001 untuk bersama-sama mengurangi output produksi guna mengatasi membanjirnya pasokan global.

Melansir laman Reuters, Selasa (13/12/2016), harga minyak mentah berjangka AS ditutup naik US$ 1,33 menjadi US$ 52,83 per barel. Itu merupakan kenaikan tajam sepanjang hari ini sebesar 2,6 persen.

Meski harga kemudian turun di akhir hari dengan hanya mencatat kenaikan 98 sen menjadi US$ 52,48 per barel.

Sementara harga minyak berjangka Brent ditutup naik US$ 1,36 menjadi US$ 55,69 per barel atau bertambah 2,5 persen, setelah mencapai puncak tertingginya sejak Juli 2015 di posisi US$ 57,89 per barel.

Harga minyak menguat usai pada Sabtu pekan lalu, produsen non OPEC yang dipimpin Rusia akhirnya sepakat untuk ikut mengurangi output sebesar 558 ribu barel per hari, dari target 600 ribu barel per hari. Meski tak sesuai target, namun angka ini masih menjadi kontribusi terbesar yang pernah ada dari non-OPEC.

Ini mengikuti langkah negara anggota OPEC, yang pada 30 November sepakat untuk memangkas produksinya sebesar 1,2 juta barel per hari selama enam bulan sejak 1 Januari.

Prosuden utama Arab Saudi akan memangkas sekitar 486 ribu barel per hari untuk mengurangi banjir pasokan yang telah terjadi di pasar selama dua tahun terakhir.

Harga minyak mentah berjangka telah naik tajam, dengan minyak berjangka AS memperoleh kenaikan 23 persen sejak pertengahan November karena keyakinan jika kesepakatan pengurangan output akan tercapai.

Meski sempat ada beberapa kekhawatiran di antara analis bahwa langkah besar dalam komoditas minyak mentah ini tidak berkelanjutan.

"Sekarang pasar memakan pada dirinya sendiri," kata Gene McGillian, Manajer Riset Pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

Dia menilai, pasar bisa mendorong harga minyak AS naik kembali antara US$ 1 sampai US$ 2 menjadi US$ 55 per barel dan Brent ke posisi sekitar US$ 60. "Tapi pada saat itu ada beberapa kekhawatiran bahwa akan harga akan mulai turun lagi," dia menambahkan.

Adapun produksi minyak AS masih sekitar 1 juta barel per hari di bawah level puncaknya sebesar 9,6 juta pada tahun 2015, menurut data Departemen Energi AS.

Selanjutnya, beberapa negara non-OPEC masih meningkatkan produksi mereka. Rusia, misalnya, tidak berharap untuk mencapai target sampai April atau Mei. Sedangkan beberapa negara lain yang diperkirakan akan mengalami penurunan produksi minyak secara alami, belum tentu mempengaruhi situasi pasokan di dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini