Sukses

Menperin: Indonesia Telah Masuk Era Revolusi Industri ke-4

Industri yang menerapkan industry 4.0 akan memiliki keunggulan kompetitif.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merumuskan beberapa kebijakan untuk mendongkrak daya saing industri nasional. Diantaranya penerapan revolusi industri ke-4 (new industrial revolution versi 4.0) dan hilirisasi sumber daya alam.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, era revolusi industri ke-4 ditandai dengan meningkatnya keterkaitan antara manusia, mesin dan sumber daya alam melalui konvergensi teknologi informasi dan e-manufacturing lanjutan. Era ini juga semakin menguatkan hubungan dunia digital dengan sektor industri.

"Platformnya, yakni internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan line production. Di Indonesia sudah ada satu perusahaan yang sudah ada modelnya, yaitu di innovation center Matsushita. Di sana sudah ada satu assembly line production untuk elektronika,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Menurut Airlangga, industri yang menerapkan industry 4.0 akan memiliki keunggulan kompetitif. “Ke depannya, pengoperasiannya bisa melalui ponsel dengan internet yang terkoneksi pada lini produksi,” lanjut dia.

Dalam penerapan revolusi industri baru tersebut diperlukan tiga penguatan kebijakan. Pertama, pelaksanaan pendidikan vokasi untuk peningkatan kualitas SDM industri melalui penyusunan dan penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang industri, peningkatan kapasitas dan fasilitasi pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK), serta penyusunan program diklat berbasis kompetensi.

Kedua, pemanfaatan teknologi digital untuk membantu industri kecil dan menengah (IKM) dalam menembus pasar luar negeri melalui e-smart IKM. “Program ini diharapkan akan membantu IKM untuk mendapatkan bahan baku dan teknologi dengan harga relatif murah dengan mekanisme pembiayaan yang mudah dan murah sehingga akan meningkatkan daya saing IKM,” kata dia.

Ketiga, kolaborasi sistem riset dan pengembangan yang dilaksanakan guna menentukan arah industri ke depan. Kolaborasi ini meliputi riset pasar, akuisisi teknologi, penumbuhan dan pengembangan inovasi, penyusunan rancangan produk, penguatan sistem produksi, serta pemasaran.

Sementara itu, Airlangga menjelaskan, kebijakan hilirisasi sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagai bahan baku dan energi. Misalnya, pemenuhan permintaan kebutuhan gas untuk industri. “Permintaan gas tersebut diperuntukan bagi sektor industri yang menggunakan gas sebagai bahan baku, seperti industri pupuk dan petrokimia. Sedangkan, gas sebagai sumber energi seperti energi yang terkait dengan proses dan energi untuk bahan bakar,” papar dia.

Kemudian, hilirisasi industri berbasis hasil tambang yang terintegrasi antara produk utama, yaitu hasil tambang dengan hilirisasi industri berbasis mineral ikutan seperti industri berbasis logam tanah jarang.

"Selanjutnya, hlirisasi sumber daya alam hayati, melalui penyediaan bahan baku industri farmasi dan kosmetika, serta pemanfaatan over supply bahan baku karet, melalui pemanfaatan karet untuk industri strategis, seperti industri vulkanisir ban pesawat,” ungkap dia.

Airlangga optimistis, dengan dijalankannya kebijakan-kebijakan tersebut, industri nasional akan mampu bersaing dan memenangi perdagangan bebas seperti MEA.

“Saat ini, sektor industri telah memberikan kontribusi sebesar 47 persen terhadap total ekspor Indonesia ke ASEAN. Kontribusi tersebut dihasilkan oleh industri manufaktur sebesar 18 persen, industri agro 13 persen, dan industri berbasis teknologi tinggi 16 persen,” tandas dia. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini