Sukses

Perlu Kerja Keras untuk Capai Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pertumbuhan ekonomi tidak terganggu meski memangkas anggaran hingga Rp 133,8 triliun.‎

Liputan6.com, Jakarta - Langkah pemerintah untuk meraih pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen tampaknya bakal sulit tercapai. Pasalnya, penerimaan negara dari pajak sulit untuk menembus target.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Hendri Saparini ‎mengatakan, pemerintah harus berjuang keras untuk meraih target tersebut. Dia mengatakan, pemerintah mesti menentukan motor pendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kalau menurut CORE sulit ‎lebih 5,2 persen atau 5,3 persen. Kita lihat harus mencari yang men-drive (pertumbuhan ekonomi) semester 2 ini. Kalau kemudian create sesuatu apakah dari sisi konsumsi apakah investasi. Pemerintah masih punya waktu lima bulan untuk meyakinkan paling tidak 5,1 persen tercapai," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (11/8/2016).

Dia mengatakan, sejak awal target penerimaan pajak yang dipatok pemerintah memang terlalu tinggi. Oleh karena itu, target tersebut perlu dikoreksi sehingga menimbulkan kepercayaan pada anggaran pemerintah.

"Memang bukan hal yang mudah. Pertama target terlalu besar dan short fall terjadi. Sekarang yang kita perlukan adalah mengoreksi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Memotong depan belakang, jauh lebih mudah memotong di depan. Sehingga take over optimistic dalam penerimaan pajak," jelas dia.‎

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan pertumbuhan ekonomi tidak terganggu meski memangkas anggaran hingga Rp 133,8 triliun.‎ Dia mengatakan, pemangkasan dilakukan pada program bukan prioritas.

"Saya yakin bisa (menjaga pertumbuhan)," kata dia usai Penutupan World Islamic Forum (WIEF) ke-12 di JCC, Jakarta, Kamis (4/8/2016).

‎Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 dipatok pertumbuhan ekonomi di level 5,2 persen. Pemerintah sendiri memproyeksikan terjadi short fall (kekurangan) penerimaan pajak Rp 219 triliun di APBNP, sehingga perlu penghematan Rp 133 triliun.

"Presiden melihat banyak sekali ruang untuk efisiensi, apakah itu biaya perjalanan dana operasional tidak terlalu penting," tandas dia. (Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini