Sukses

Industri Tembakau Minta Dukungan Pemerintah Soal FCTC

Kontribusi penerimaan negara dari Industri Hasil Tembakau yaitu 52,7 persen, jauh di atas industri lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kontribusi bisnis tembakau terhadap perekonomian nasional tak bisa dianggap kecil. Tak kurang Rp 150 triliun per tahun dari pajak dan cukai masuk menjadi pendapatan negara. 

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengatakan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Ernst and Young, kinerja Industri Hasil Tembakau (IHT) cukup bagus di tengah kelesuan ekonomi. terdapat 5,98 juta orang terlibat secara langsung dan tidak langung di Industri rokok di 2014.

"IHT juga menjadi gantungan hidup bagi 2,1 juta anggota rumah tangga," jelas dia dalam keterangan tertulis, Kamis (2/6/2016). Selain itu, perkebunan cengkeh juga menyerap lebih dari 1 juta petani cengkeh dengan total nilai industri lebih dari Rp 20 triliun.

Kontribusi penerimaan negara dari IHT yaitu 52,7 persen, jauh di atas industri lainnya. Sementara industri dan BUMN hanya mampu berkontribusi 8,5 persen meski dari sisi nilai industri mencapai Rp 1.890 triliun.

Jika dibandingkan dengan industri lain, kontribusi industri tembakau lumayan besar. Misalnya industri real estate dan konstruksi dengan nilai industri Rp 907 triliun, kontribusi pajaknya Rp 142 triliun dan kontribusi cukai Rp 15,7 triliun.

Adapun industri kesehatan dan farmasi dengan nilai industri mencapai Rp 307 triliun, kontribusi pajak hanya Rp 3 triliun dan cukai hanya 0,3 persen. Sementara industri telekomunikasi dengan nilai industri Rp 114 triliun, kontribusi pajak hanya Rp 3 triliun alias kontribusi pajak hanya 3 persen.

Oleh sebab itu, Ismanu mengatakan bahwa pemberitaan dan propaganda negatif dan provokatif oleh kelompok anti tembakau tentang Industri Hasil Tembakau (IHT) memberikan dampak negatif kepada industri. "Sesungguhnya itu bermuara dari kekuatan asing yang ingin merusak sendi-sendi ekonomi bangsa," jelas dia.

Gappri memandang, saat ini terjadi kerancuan program dan kebijakan yang membingungkan oleh sebab pelarangan kawasan tanpa rokok yang terkesan dibuat-buat, dan banyak bertentangan dengan asas peraturan yang di atasnya (lex superior derogat legi inferiori).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.