Sukses

Devisa Wisata Bahari RI Kalah dari Malaysia

Pemerintah menargetkan devisa dari wisata bahari naik menjadi US$ 4 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pariwisata Arief Yahya mengakui, devisa dari sektor wisata bahari Indonesia masih kalah dengan Malaysia. Saat ini, devisa‎ dari wisata bahari Indonesia hanya 10 persen atau sekitar US$ 1 miliar dari total devisa mencapai US$ 10 miliar.

Sementara itu, negara tetangga Malaysia telah mengumpulkan US$ 8 miliar hanya dari wisata bahari. Arief mengatakan, pada pemerintahan Presiden Joko Widodo ini akan menaikkan devisa dari wisata bahari baik dari segi persentase dan nominalnya. Dia bilang, dari persentase akan mencapai 20 persen sementara dari sisi nominal mencapai US$ 4 miliar.

"Proyeksinya naik 4 kali. Dari 10 persen menjadi 20 persen. 10 persen terhadap US$ 10 miliar (yakni) US$ 1 miliar. 20 persen terhadap US‎$ 20 miliar menjadi US$ 4 miliar," kata dia di Gedung BPPT Jalan Thamrin Jakarta, Rabu (1/6/2016).

Dia menuturkan, minimnya devisa dari wisata bahari karena kesalahan sistem pendekatan. Dulunya, sistem pendekatan yang digunakan ialah sistem pengamanan (security) bukan pada pelayanan (services). Hal tersebut mengacu pada ketentuan Clearance Approval for Indonesia Territory (CAIT).


Lebih lanjut, atas hal tersebut yatch yang datang ke Indonesia butuh waktu tiga minggu. Kalah dengan negara-negara lain yang hanya butuh waktu 1 jam.

"Padahal teknologi sekarang, Anda di manapun di Indonesia bisa monitor nomor BPKB, paspor jelas, dan dikawinkan BPKB dan paspor," ujar dia.

Selain itu, penerapan cabotage juga ditengarai menjadi penyebab minimnya devisa. Dengan cabotage, kedatangan (embarkasi) dan kepulangan (disemberkasi) harus menggunakan kapal berbendera Indonesia. Sayangnya, Indonesia masih kekurangan cruise sehingga  mau tak mau wisatawan memilih cruise negara tetangga seperti Singapura.

‎"Regulasi kita menjerat kita sendiri, pendekatan kita ke security bukan services," sesal dia.

Karena itu, kini pemerintah berkomitmen untuk mengubah ke pendekatan pelayanan guna mendorong devisa. Salah satunya, dengan memberi kelonggaran pada CIAT.

"Pak Menteri (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman) cabut Clearance Approval for Indonesia Teritory. Itu hanya (ada) di Indonesia, ujungnya kita 3 minggu," tutur dia. (Amd/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.