Sukses

Ini Penyebab RI Doyan Impor Bawang Putih

Dengan tidak tercapai target pengembangan 1.000 ha, sulit bagi Indonesia dapat mengurangi impor bawang putih tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia pernah meraih swasembada bawang putih hingga periode 1998. Namun kini kondisi tersebut tak berlanjut. Republik ini sangat bergantung pada produk bawang putih dari negara lain, terutama China guna memenuhi tingginya permintaan di dalam negeri.

Kepala Sub Bidang Sayuran Daun Direktorat Hortikultura Kementerian Pertanian, Gabriella Susilowati mengatakan, Indonesia pernah berjaya dengan realisasi produksi bawang putih yang sangat besar. Jumlahnya dapat mencukupi 80 persen kebutuhan nasional hingga periode 1998.

"Sampai dengan 1998, kita bisa memenuhi hampir 80 persen kebutuhan bawang putih nasional. Kita dulu jaya sekali untuk hasil pertanian bawang putih. Tapi sekarang kita impor bawang putih sudah 97 persen," ucap Susilowati saat berbincang dengan Liputan6.com,Jakarta, Senin (9/5/2016).

Dari catatan Kementerian Pertanian, Indonesia rutin mengimpor bawang putih dengan nilai Rp 3 triliun dan volume 80 ribu ton setiap tahun dari negara lain. Negara China merupakan pemasok bawang putih terbesar ke Indonesia. ‎Untuk diketahui, impor sayuran termasuk bawang putih pada tahun lalu mencapai US$ 468,62 juta dengan volume 642,55 juta ton.

Tingginya impor bawang putih ini bukan tanpa sebab. Impor komoditas tersebut mulai marak ketika Indonesia bergabung di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Saat itu, bawang putih asal negara lain termasuk China menyerbu pasar Indonesia dan mematikan usaha bawang putih petani lokal karena harganya jatuh.

"Akibat kita menandatangani WTO, harga bawang putih lokal anjlok karena mulai diserbu bawang putih impor dari negara lain yang bentuknya besar-besar. Bawang putih kita kan kecil. Kadang tuh kita suka tidak berpikir panjang tanpa persiapan di lapangan. Akhirnya susah nih membangkitkan lagi tanaman bawang putih," jelasnya.

Susilowati menceritakan, kondisi pertanian bawang putih di Indonesia semakin miris karena para petani sudah enggan menanam bawang putih. Padahal Kementerian Pertanian sudah mengalokasikan anggaran miliar rupiah untuk pengembangan 1.000 hektare (ha) tanaman bawang putih di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.

"Saya khawatir tidak akan tercapai target penanaman 1.000 ha bawang putih tahun ini karena memang petani tidak mau, agak takut menanam bawang putih. Jadi kita kekurangan lokasi untuk penanaman bawang putih. Uang Rp 30 juta per ha sepertinya balik ke negara," tegas Susilowati.

Kekhawatiran petani juga karena masalah pupuk dan benih. Sayang, pupuk untuk penanaman dan pengembangan tanaman bawang putih belum terdaftar di Kementerian Pertanian sehingga kesulitan apabila dibeli menggunakan uang negara atau APBN. Pupuk itu hanya dapat dibeli oleh petani dengan uang sendiri.

"Kita kan membantu tidak penuh, tidak ada jaminan. Sebenarnya kita punya pupuk yang bisa membesarkan umbi bawang putih, tapi masalahnya pupuk belum didaftarkan ke Kementerian Pertanian. Dibeli pakai APBN tidak bisa nanti bermasalah, harus pakai uang petani sendiri," papar dia.

Selain itu, sambung Susilowati, persoalan yang menghambat pencapaian target 1.000 ha pengembangan bawang putih karena benih. Menurutnya, benih bawang putih pun belum bersertifikat. "Seharusnya kan kita siapkan benih, lalu kawasan. Tapi benih berkurang," ucap dia.

Dengan tidak tercapai target 1.000 ha, diakuinya, sulit bagi pemerintah Indonesia dapat mengurangi impor bawang putih tahun ini. Dia menghitung, apabila target terealisasi, maka volume produksi bawang putih lokal di 2016 sebanyak 10 ribu ton atau 10 persen dari total kebutuhan nasional.

"Sebenarnya kalau berhasil 10 ribu ton, sudah hebat kita bisa mengurangi 10 persen impor. Tapi ini mungkin cuma terealisasi 500 ha. Walaupun di China sekarang produksi bawang putih turun karena iklim, makanya harga jual saat ini agak mahal dari biasanya murah cuma Rp 8 ribu-Rp 10 ribu per kilogram (kg)," tukas Susilowati. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini