Sukses

Sistem Kuota Bikin Importir Kaya, tapi Rakyat Menderita

Harga rata-rata daging secara internasional hanya berkisar Rp 45 ribu per kilogram.

Liputan6.com, Jakarta - Mekanisme impor komoditas dengan sistem kuota, seperti barang-barang strategis bahan pangan kerap menguntungkan pemain-pemain kelas kakap di Indonesia. Bahkan kebijakan tersebut kerap menuai masalah, mulai dari korupsi sampai praktik kartel yang merugikan masyarakat.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli akan mengubah sistem impor berbasis kuota dengan sistem tarif sebagai salah satu jalan keluar menurunkan harga bahan pangan di dalam negeri.

"Kami ingin membenahi pengaturan mekanisme impor, yang pakai istilah kuota eksplisitlah, semikuota-lah sehingga mengakibatkan harga impor pangan di Indonesia lebih tinggi di dunia internasional," tegas Rizal saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (21/1/2016).

Ia mencontohkan, harga rata-rata daging secara internasional hanya berkisar Rp 45 ribu per kilogram (kg), dan Malaysia membanderol daging sapi Rp 60 ribu per kg.

"Tapi di Indonesia harga daging sapi Rp 120 ribu per kg atau 100 persen lebih mahal. Begitu pula harga gula dan lainnya," ucap Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu.

Menurut Rizal, pemerintah punya niat baik dengan mengatur impor melalui berbagai mekanisme untuk melindungi produsen dalam negeri. Faktanya, kata Rizal, pemain besar di segala komoditas bahan pangan hanya berjumlah 6 - 7 orang saja. Beda dengan pemain-pemain kecil atau importir daging misalnya yang terdaftar sampai 40 orang atau perusahaan.

"Lebih aneh lagi, importir yang main adalah produsen, sudah punya market power lalu diberi kekuatan lagi (kuota) Akhirnya mereka yang sangat menentukan harga. Untungnya luar biasa yang dipakai buat nyogok pejabat, sedangkan petani tidak dapat apa-apa, masyarakat bayar impor cukup mahal," jelasnya.

Rizal mendorong arah kebijakan dari sistem kuota ke tarif. Artinya, seseorang atau perusahaan yang ingin menjadi importir bahan pangan dapat terdaftar asalkan membayar tarif sesuai jumlah yang ditetapkan.

"Sistem yang ngatur, terlalu ribet (kuota) dan dijadikan alat untuk menempuh keuntungan besar perlu diganti ke tarif. Kita lindungi petani dengan tarif. Jadi kalau kekurangan pasokan banyak importir yang jadi importir, tidak itu-itu saja, yang penting bayar tarif. Negara dapat penerimaan tarif, petani terlindungi, sistem jadi jauh lebih fair," tegasnya. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini