Sukses

Dinilai Mahal, Apa Kata Freeport soal Penawaran Sahamnya?

Pemerintah memiliki waktu 60 hari untuk membeli 10,6 persen saham PT Freeport Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia telah menawarkan saham ke pemerintah Indonesia. Saham yang ditawarkan sebesar 10,64 persen dengan nilai US$ 1,7 miliar.

Sejumlah pihak menilai penawaran saham PT Freeport Indonesia itu mahal. Lalu bagaimana tanggapan manajemen PT Freeport Indonesia mengenai hal tersebut?

Juru Bicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, pihaknya tidak dapat menjelaskan lebih detil. Pihaknya masih menunggu evaluasi dari pemerintah. "Kami tunggu saja karena masih dalam evaluasi pemerintah. Kami tidak bisa menanggapi soal valuasi," kata Riza saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (16/1/2016).

Direktur Eksternal Komunikasi Freeport McMoran Eric Kinneberg menuturkan nilai divestasi saham PT Freeport Indonesia didasarkan pada analisis nilai wajar perusahaan.

Sebelumnya diberitakan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menilai harga saham yang ditawarkan PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen senilai US$ 1,7 miliar mahal.

"Mesti hati-hati karena harga yang ditawarkan itu kemahalan. Seperti diketahui, harga saham Freeport Internasional induknya berapa tahun lalu pernah US$ 60 per saham, turun US$ 30 per lembar. Kemudian merosot jadi US$ 15 usai Freeport salah investasi di Teluk Meksiko," kata Rizal.

Direktur Center for Indonesian Resources Strategic (CIRUS) Budi Santoso menuturkan, harga penawaran Freeport tersebut terlalu mahal jika dibandingkan dengan kinerja keuangan yang telah dicatatkan oleh Freeport dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan perhitungan Budi, jika laba bersih PT Freeport Indonesia dalam lima tahun ke depan sama dengan laba bersih yang dibukukan pada 2014 tercatat US$ 500 juta maka total laba mencapai US$ 2,5 miliar.

Bila didasarkan pada hitungan bersih tercatat US$ 784 juta pada 2013 maka akumulasi laba bersih perusahaan dalam lima tahun ke depan hanya US$ 3,92 miliar. Bila ditambahkan aset yang dimiliki Freeport US$ 9,1 miliar sehingga totalnya menjadi US$ 13 miliar.  Sedangkan total nilai saham PT Freeport Indonesia secara keseluruhan US$ 16,2 miliar.

"Kalau ditambah US$ 13 miliar. Artinya US$ 16,2 miliar itu kebesaran," kata Budi saat dihubungi Liputan6.com.

Ia mengatakan, produksi PT Freeport Indonesia juga akan turun dalam lima tahun ke depan. Ditambah harga komoditas juga merosot. Ini juga perlu jadi pertimbangan untuk menilai berdasarkan valuasinya.

Budi mengingatkan pemerintah untuk bijak mengambil divestasi tersebut. Ia menuturkan, pemerintah juga dapat mempertimbangkan opsi untuk tidak memperpanjang kontrak usai 2021.

"Kalau tidak diperpanjang 100 persen punya pemerintah. Bila harus ganti aset pelabuhan, pabrik senilai US$ 5 miliar tetapi sudah 100 persen punya pemerintah, untuk apa mengeluarkan US$ 1,7 miliar," kata dia.

Sementara itu, Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai penawaran saham PT Freeport Indonesia juga sangat mahal. Hal itu mengingat kinerja induk usahanya Freeport McMoran juga tidak terlalu menggembirakan. Apalagi harga komoditas juga cenderung tertekan.

"Harga itu sudah mahal. Perusahaannya (Freeport McMoran) sudah hampir bangkrut. Untuk apa menolong mereka, punya utang banyak dan harga minyak kini sudah di bawah US$ 30 per barel. Sahamnya sudah mencapai US$ 4. Nilai saham yang ditawarkan itu tidak wajar," kata Marwan.

Marwan mendorong pemerintah Indonesia untuk dapat bertindak tegas dengan tidak memperpanjang izin perusahaan tambang PT Freeport Indonesia pada 2021.

Dengan begitu pemerintah Indonesia dapat mengoperasikan PT Freeport Indonesia. Karena itu, ia mengharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat melibatkan Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan dan Kementeriaan Koordinator Perekonomian untuk berkoordinasi sehingga dapat membuat keputusan bijak yang dapat menguntungkan Indonesia soal PT Freeport Indonesia."Seharusnya kita tidak perlu takut. Kita juga dapat menyewa pakar (untuk operasikan tambang Freeport)," kata Marwan.

Penawaran Freeport

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot mengatakan, Freeport telah melayangkan surat penawaran saham sebesar 10,64 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014. Penawaran tersebut dilakukan sehari sebelum batas waktu penawaran habis, yang jatuh Kamis 14 Januari 2016.

"Mereka telah menawarkan sahamnya sesuai dengan kewajiban dalam Peraturan Pemerintah Tahun 2014 dimana mereka harus menawarkan 10,64 persen," kata Bambang.

Dalam penawarannya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut mengajukan harga US$ 1,7 miliar atau senilai Rp 23,83 triliun (estimasi kurs: Rp 14.016 per dolar AS) untuk 10,64 persen saham. Sedangkan harga untuk saham Freeport seluruhnya mencapai US$ 16,2 miliar.

Kewajiban divestasi Freeport mengacu ke Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, dalam beleid tersebut mengatur tiga kategori divestasi perusahaan tambang asing. Jika perusahaan tambang asing hanya melakukan kegiatan pertambangan maka divestasi sebesar 51 persen.

Jika perusahaan tambang melakukan kegiatan pertambangan dan terintegrasi dengan pengolahan dan pemurnian maka divestasi sebesar 40 persen dan jika perusahaan tambang asing melakukan kegiatan tambang bawah tanah (underground) maka divestasi 30 persen.

Untuk Divestasi Freeport dilakukan bertahap, Pemerintah telah memiliki 9,36 persen, saat ini Freeport wajib melepas 10,64 persen saham dan di 2019 sebesar 10 persen saham.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 Freeport memiliki kesempatan 90 hari menawarkan sahamnya, terhitung sejak 14 Oktober 2015 hingga paling lambat pada 14 Januari 2016. (Ahm/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini