Sukses

BI Rate Turun, Rupiah Menguat ke 13.866 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah berada di posisi 13.866-13.909 per dolar AS pada Jumat pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Sentimen suku bunga acuan atau BI Rate turun menjadi 7,25 persen dari posisi 7,5 persen memberikan sentimen positif untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, Jumat (15/1/2016), rupiah dibuka menguat 41 poin ke level 13.866 dari penutupan perdagangan Kamis 14 Januari 2016 di level 13.907 per dolar Amerika Serikat (AS).

Dolar AS sempat menguat ke level Rp 13.909 pada pukul 11.30. Rupiah berada di kisaran 13.866-13.909 per dolar AS.

Sementara itu, Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah melemah tipis 9 poin ke level 13.886 per dolar AS pada 15 Januari 2016 dari posisi 13.877 per dolar pada 14 Januari 2016.

Ekonom Bank Permata Joshua Pardede menuturkan pergerakan rupiah didorong berbagai sentimen. Akan tetapi, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan/BI Rate mendominasi laju rupiah pada hari ini.

Joshua menuturkan, BI Rate turun direspons positif oleh pelaku pasar. Dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat terhadap sejumlah mata uang utama kemarin. Bank sentral AS akan kembali menaikkan suku bunga secara bertahap pada tahun ini membayangi rupiah.

"Harapan BI Rate turun sudah di price-in oleh pelaku pasar. Harga obligasi dan yield surat utang negara (SUN) relatif turun dengan penurunan BI Rate," kata Joshua saat dihubungi Liputan6.com.

Ia mengatakan, ada kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS dan BI Rate turun membuat jarak suku bunga acuan itu akan mengecil. Meski demikian, bunga di Indonesia masih menarik bagi pelaku pasar. "Sentimen positif dari dalam negeri dengan penurunan BI Rate membuat bursa saham dan obligasi juga stabil," kata dia.

Pelaku pasar pun cenderung menunggu hasil pertemuan bank sentral AS pada 27-28 Januari 2016. Joshua menuturkan, pelaku pasar memperkirakan bank sentral AS masih akan mempertahankan suku bunga hingga kuartal I 2016. Hal itu mengingat kondisi China memiliki efek cukup besar.

Sedangkan rilis neraca perdagangan pada hari ini, Joshua menilai, hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi gerak rupiah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2015 defisit senilai US$ 235,8 juta.

Sementara secara akumulatif, Januari-Desember 2015 mencatatkan surplus perdagangan US$ 7,51 miliar.

"Defisit membengkak pada Desember lantaran impor mulai meningkat terutama impor barang konsumsi. Akan tetapi secara full year Indonesia masih surplus US$ 7,5 miliar," kata dia. (Ahm/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini