Sukses

Apa Dampak Kenaikan Suku Bunga The Fed untuk RI?

Kenaikan suku bunga bank sentral AS berdampak jangka pendek dan panjang untuk Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve/the Fed akhirnya menaikkan suku bunga acuannya 0,25 persen-0,50 persen. Kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS itu dinilai juga berdampak untuk ekonomi Indonesia.

Ekonom BNI Ryan Kiryanto menuturkan, ada dampak jangka pendek dan panjang terkait kenaikan suku bunga bank sentral AS tersebut. Pertama, ada terjadi aliran dana investor asing keluar dari negara berkembang termasuk Indonesia. Kedua, terjadi tekanan terhadap mata uang negara berkembang di Asia termasuk rupiah. Ketiga, dolar AS akan menguat signifikan.

Meski demikian, kenaikan suku bunga bank sentral AS itu cukup positif untuk ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Pertama, dolar AS akan melemah kembali karena kenaikan suku bunga bank sentral AS hanya naik tipis 25 basis poin (bps). Kedua, dolar AS memiliki saingan baru yaitu mata uang China yuan atau renminbi.

"Saingan ini setelah mata uang China ditetapkan sebagai salah satu special drawing right (SDR) oleh IMF pada 30 November 2015. dan mulai berlaku 1 Oktober 2016. Yuan bersanding dengan yen, dolar AS, euro dan poundsterling di SDR," ujar Ryan saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (17/12/2015)

Sementara itu, Ekonom BCA David Sumual mengatakan Indonesia kena dampak dari kenaikan suku bunga bank sentral AS. Apalagi ekonomi Indonesia relatif kecil sehingga apa yang terjadi dengan kondisi ekonomi AS, China, Eropa dan Jepang berdampak ke Indonesia.

Meski terjadi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat tetapi likuiditas masih tetap baik. Para manajer investasi dinilai masih akan memilih negara berkembang termasuk Indonesia sebagai pilihan untuk investasi. Hal itu akan terjadi hingga 2016.

"Investasi portofolio memang masih dibutuhkan karena kalau investasi langsung belum terlalu pulih. Dengan manajer investasi melakukan reposisi portofolio investasi maka likuiditas akan bagus," kata David.

Meski demikian, David menuturkan salah satu masih jadi kekhawatiran yaitu rupiah. Karena itu, Bank Indonesia (BI) diperkirakan tetap menjaga suku bunga di kisaran 7,5 persen di tengah ada ruang penurunan BI Rate.

"Inflasi tahun ini diperkirakan rendah, dan transaksi berjalan juga diperkirakan bisa defisit 2 persen jadi ini ada penurunan BI Rate tetapi memang Indonesia masih tersandera rupiah," kata David.

Sedangkan Ryan menilai rupiah berpotensi melemah di kisaran 13.800-14.000 per dolar AS hingga akhir tahun. Akan tetapi, rupiah diprediksi menguat kembali di kisaran 13.500 per dolar lantaran pasar merespons positif kemajuan ekonomi Indonesia. (Ahm/Igw)

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini