Sukses

Tidak Segera Divestasi, Freeport Terancam Default

Penawaran harga divestasi oleh Freeport seharusnya diserahkan ke pemerintah pada tanggal 14 Oktober 2015.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan PT Freeport Indonesia bisa dinyatakan gagal (default), jika tidak segera merealisasikan rencana pelepasan saham (divestasi) sebesar 10,64 persen sesuai ketentuan kepada pemerintah.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot bahkan mengaku pihaknya sudah melayangkan surat teguran terkait divestasi tersebut. Penawaran harga divestasi oleh Freeport seharusnya diserahkan ke pemerintah pada tanggal 14 Oktober 2015.

"Mekanismenya, kalau mereka nggak memenuhi kewajiban, kita akan kasih peringatan-peringatan, kemudian ada teguran, dan bisa default," tutur Bambang, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/11/2015).

Dia mengungkapkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tidak menetapkan batas akhir. Namun pemerintah ingin perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut segera melakukan divestasi.

"Nggak ada batas akhirnya. Di PP 77 kan nggak ada (batas waktu).‎ Biarin saja dia (Freeport ) ngomong gitu (ga ada mekanismenya)," tuturnya.‎

Pastinya, menurut dia, jika Freeport tidak segera melakukan pelepasan saham maka pemerintah akan terus menegur.

Selanjutnya, jika teguran tersebut tidak diindahkan maka Freeport Indonesia bisa dinyatakan default memenuhi ketentuan.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Freeport wajib melepas sahamnya sebesar 30 persen ke investor nasional karena diklasifikasikan sebagai perusahaan pertambangan bawah tanah (underground mining).

Freeport hingga 2020 masih harus melepas 20,64 persen sahamnya, mengingat pemerintah sampai saat ini baru memiliki 9 persen saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.

Namun untuk tahap awal, Freeport hanya diwajibkan melepas 10,64 persen sahamnya pada tahun ini guna menggenapi menjadi 20 persen kepemilikan nasional. Sementara 10 persen sisanya baru masuk masa penawaran divestasi pada 2020.

Penawaran harga divestasi oleh Freeport seharusnya diserahkan ke pemerintah pada 14 Oktober lalu, untuk kemudian dievaluasi kewajaran harganya selama maksimal 90 hari.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pemerintah belum sepakat dengan PT Freeport Indonesia terkait dengan besaran mekanisme perhitungan harga sahamnya.

Kepala Bagian Hukum Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Heriyanto‎ mengatakan,  sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 Freeport Indonesia telah menawarkan sahamnya ke pemerintah, namun penawaran saham tersebut tidak disertai besaran harga saham.‎

Heriyanto mengungkapkan, Freeport menginginkan harga saham divestasi mengacu pada besaran investasi dan cadangan mineral hingga 2041. Sedangkan pemerintah ingin nilai saham hanya berdasarkan aset investasi yang sudah ditanamkan Freeport di Indonesia.

Menurut Heriyanto, pihaknya akan terus mencari skema yang tepat. Karena ‎disvestasi Freeport masuk dalam rangkaian pembahasan amendemen kontrak karya. "Kami masih terus melakukan pembahasan terkait divestasi ini," tutupnya.(Pew/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini