Sukses

Jualan Solar Rp 6.900, Pertamina Seharusnya Untung Besar

Harga BBM di banker Singapura saat ini sekitar US$ 450 per metrik ton atau Rp 6.300 per liter untuk jenis Pertamax Plus RON 95.

Liputan6.com, Jakarta - Alasan pemerintah mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Solar demi menutupi kekurangan bayar yang ditanggung PT Pertamina (Persero) senilai Rp 13 triliun dinilai Ketua Komisi VII DPR, Kardaya Warnika tak relevan dengan kondisi saat ini.

Dia membeberkan data bahwa Pertamina seharusnya mengantongi keuntungan lumayan besar karena menjual harga Solar bersubsidi sebesar Rp 6.900 per liter. Pemerintah menanggung subsidi BBM jenis tersebut Rp 1.000 per liter. Tanpa subsidi, harga BBM Solar Rp 7.900.

"Solar yang dijual oleh non Pertamina cuma Rp 6.400 per liter lho. Itu sudah plus untung tanpa disubsidi pemerintah. Kok bisa harganya lebih murah. Di sini pemerintah harus memberikan penjelasannya," kata Kardaya di Jakarta, Minggu (6/9/2015).

Belum lagi karena penurunan harga minyak dunia lebih besar dibanding pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sehingga seharusnya pemerintah menurunkan harga BBM jenis Premium dan Solar.

"Sekarang dolar AS Rp 14 ribu, artinya kurs rupiah anjlok 12 persen. Sementara harga minyak mentah Indonesia dari US$ 60 menjadi US$ 42,18 atau turun 28 persen," ucapnya.

Kardaya menjelaskan, harga BBM di banker Singapura saat ini sekira US$ 450 per metrik ton atau Rp 6.300 per liter untuk jenis Pertamax Plus RON 95. Jika diekspor ke Indonesia, maka ditambah ongkos lain termasuk pajak menjadi Rp 6.900 per liter.

"Jadi menjual harga BBM Rp 7.300 sudah untung, tapi kenapa pemerintah bilang Pertamina masih rugi terus. Kalau pemerintah nutupin kerugian Pertamina, namanya subsidi, tapi masa rakyat yang harus nombokin perusahaan," tegasnya. 

Menanggapi pernyataan ini, Direktur Pembinaan dan Program Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi membenarkan bahwa penjualan Solar oleh Pertamina sudah mereguk untung. Dia mengakui ada surplus Rp 1.000 per liter pada periode September ini dibandingkan bulan sebelumnya yang cuma untung Rp 250 per liter.

"Surplus Agustus lalu dari jualan Solar pada Agustus lalu Rp 310 miliar, tapi masih minus Rp 119,5 miliar sepanjang Januari-Agustus. Kalau surplus September belum bisa diitung karena kan baru di awal bulan," tegas Agus.

Meski begitu, dia menegaskan, untung yang diraup Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas belum mampu menutup kerugian Pertamina yang sudah mencapai Rp 13,2 triliun pada periode bulan kedelapan tahun ini. "Belum bisa nambal kurang bayar. Makanya jalan instan menaikkan harga dan aksi korporasi ditanggung Badan Usaha," tandas Agus. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.