Sukses

Unilever Resmikan Pabrik Kecap dan Bumbu di Cikarang

Pabrik baru ini juga merupakan bagian dari rencana investasi perusahaan di Indonesia pada tahun ini yang sebesar Rp 1,2 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - PT Unilever Indonesia Tbk meresmikan pabrik barunya yang berlokasi kawasan industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Pabrik ini akan memproduksi kecap dan sejumlah bumbu masak.

Director of Goverment and Corporate Affairs Unilever Indonesia, Sancoyo Antarikso mengatakan pabrik dengan nilai investasi sebesar Rp 820 miliar tersebut memiliki kapasitas 330 ribu ton per tahun dan telah dibangun sejak 2013.

Ekspansi yang dilakukan oleh Unilever ini, lanjut dia, sebagai komitmen perusahaan tersebut dalam meningkatkan nilai investasi dan menangkap peluang kebutuhan kecap dan bumbu masak instan. Dengan berdirinya pabrik ini juga diharapkan dapat mendukung pertumbuhan industri makanan dan minuman Indonesia.

Menurutnya, pabrik baru ini juga merupakan bagian dari rencana investasi perusahaan di Indonesia pada tahun ini yang sebesar Rp 1,2 triliun.

"Unilever juga akan membangun industri oleokimia di Kawasan Industri Kuala Tanjung-Sei Mangke di Sumatera Utara. Investasi yang disiapkan sebesar Rp 2 triliun," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Sementara itu, Menteri Perindustrian Saleh Husin menjelaskan, saat ini industri makanan dan minuman di dalam negeri mampu menjadi motor penggerak ekonomi nasional. Pasar yang besar dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa dan pasokan bahan baku lokal menjadi pendorong tumbuhnya industri ini.

Salah satu subsektor yang terus bergeliat adalah industri produksi kecap dan bumbu. Saat ini terdapat 94 unit usaha industri kecap dan 56 unit usaha bumbu masak skala menengah-besar.

"Kecap dan bumbu memperkaya Indonesia sebagai surganya kuliner. Nilai produksi kecap Rp 7,1 triliun dan untuk bumbu Rp 7,2 triliun pada tahun 2014. Jadi totalnya Rp 14,3 triliun," kata dia.

Tercatat, serapan tenaga kerja industri kecap hingga saat ini mencapai 8.500 orang dan industri bumbu masak sebesar 9.700 orang. Sedangkan untuk produk savoury (non MSG) pasarnya tumbuh sekitar 9 persen-10 persen.

Secara umum, industri makanan dan minuman terus tumbuh. Pada semester I  2015 pertumbuhannya mencapai sebesar 8,46 persen. "Pertumbuhan industri makanan dan minuman itu  jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri non migas, yang sebesar 5,27 persen pada periode yang sama," jelasnya.

Menurut Saleh, kontribusi industri ini terhadap PDB pengolahan non migas menyumbang porsin 31,2 persen. Namun demikian, diakui masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh industri makanan dan minuman yang perlu diselesaikan  oleh kita semua.

Antara lain adanya kekurangan bahan baku dan bahan penolong, infrastruktur yang terbatas, kurangnya pasokan listrik dan gas, dan suku bunga yang tinggi untuk investasi. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah akan mempengaruhi biaya produksi industri.

Untuk itu pemerintah pusat dan daerah terus mengupayakan berbagai perbaikan di bidang iklim usaha penyediaan bahan baku dari lokal, penyediaan bunga bank yang bersaing, penyediaan insentif perpajakan untuk investasi, perbaikan infrastruktur, penyediaan listrik dan gas dan kebijakan lainnya yang dapat mempercepat pengembangan sektor industri

"Untuk menekan impor bahan baku, pemerintah terus mendorong perusahaan menggunakan bahan impor. Di sisi lain, mendorong konsumen mengonsumsi produk lokal agar industri kita kuat," tandas Saleh. (Dny/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini