Sukses

Hantaman Bertubi-tubi Buat Industri Tekstil

Industri tekstil belum pernah mengalami keterpurukan penjualan seperti sekarang ini karena penurunan daya beli masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengeluhkan berbagai himpitan akibat kurang maksimalnya penyerapan belanja pemerintah. Bahkan keadaan yang semakin sulit disebut-sebut baru pertama kalinya sejak industri tekstil ada di Tanah Air.

Ketua Umum API, Ade Sudrajat menyatakan, keuntungan industri tekstil semakin menipis karena tingginya ongkos produksi. "Margin industri ini menipis, tapi dirong-rong terus. Seperti menghisap darah," keluh dia di Jakarta, Selasa (28/7/2015).

Ade mencontohkan mahalnya biaya listrik yang dibebankan PT PLN (Persero) kepada industri tekstil. Dia mengakui bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini memperlakukan industri tekstil sebagai pelanggan rumah tangga. Padahal, sambungnya, industri tekstil menciptakan lapangan pekerjaan cukup signifikan.

"Tarif yang dibebankan ke kami lebih mahal, ini suatu kebijakan yang tidak tepat buat industri di negara berkembang. Tarif listrik di Korea dan Vietnam saja cuma US$ 6 sen per KwH, sedangkan kita US$ 10 sen. Kita pasti kehilangan daya saing," terangnya.

Parahnya lagi, Ade bilang, industri tekstil belum pernah mengalami keterpurukan penjualan seperti sekarang ini karena penurunan daya beli masyarakat. "Sejak industri tekstil lahir, belum pernah terjadi posisi pasar seperti ini, di mana stok gudang melebihi gudang itu sendiri. Artinya enggak ada barang yang keluar," kata dia kecewa.

Lanjut dia, pelemahan daya beli masyarakat terjadi lantaran penyerapan belanja pemerintah baru mencapai 12 persen dari nilai pagu hampir Rp 2.000 triliun dalam APBN-P 2015. Bahkan dirinya heran bahwa daya beli masyarakat Indonesia tergantung pada APBN.

"Di negara normal enggak begitu, tapi itu kenyataan di Indonesia. Penyerapan belanja pemerintah baru 12 persen, sangat mengerikan. Lebaran saja biasanya seluruh gudang kosong, sekarang penuh. Dan ini bukan cuma terjadi pada industri tekstil, tapi juga makanan minuman dan manufaktur," tandas Ade. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini