Sukses

Asing Masuk Jasa Pelabuhan, Pengusaha Tak Takut Persaingan

Kebutuhan investasi pelabuhan terutama pembangunan dan pengelolaan sangat besar oleh karena itu perlu peran swasta.

Liputan6.com, Jakarta - Revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dalam sektor pengelolaan pelabuhan di Indonesia memperoleh dukungan dari kalangan profesional.

Presiden Direktur PT Nusantara Infrastruktur Tbk, M. Ramdani Basri mengatakan, pemerintah tetap harus membatasi kepemilikan modal asing di sektor pelabuhan.

"Pelabuhan merupakan sektor bisnis strategis, karena keluar masuk barang banyak dilakukan lewat pelabuhan. Jadi pemerintah punya kebijakan dengan memproteksi dari 100% modal asing," kata Ramdani kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Kamis (8/5/2014).

Dalam aturan revisi DNI, sektor perhubungan di jasa pengelolaan pelabuhan masuk di proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) yang mengalami perubahan porsi kepemilikan.

Penyediaan fasilitas pelabuhan baik dermaga, gedung, penundaan kapal terminal petik emas, terminal curah cair, terminal curang kering dan terminal roro, porsi asing dibatasi maksimal 49% dan maksimal 95% dalam rangka KPS selama masa konsesi. Sedangkan usaha penunjang pada terminal maksimal 49%.

"Kebutuhan investasi di pelabuhan, baik pembangunan dan pengelolaan sangat besar. Jadi mungkin butuh partisipasi swasta dan ini harus digalakkan untuk bisa memenuhi kebutuhan yang besar itu," jelas Ramdani.

Dia mengaku, Indonesia bisa mengandalkan investasi asing pada sektor jasa ini dalam mengantisipasi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun depan.

"Tahun 2015 barang keluar masuk bukan saja dari pelabuhan Tanjung Priok, tapi ke seluruh pelabuhan di Indonesia. Kita kan nggak bisa bangun pelabuhan dalam kurun waktu sehari," tutur Ramdani

Meski perusahaannya bergerak di bisnis jasa pelabuhan, Ramdani mengaku, masuknya investasi asing tak akan menjadi kompetitor bagi Nusantara Infrastruktur. Justru ini dianggap dia akan lebih memacu kerja sama antar perusahaan lokal dan asing.

"Nggak ada saing-saingan, karena kami ingin Indonesia tetap menjadi negara terbesar di ASEAN, salah satunya dengan membenahi infrastruktur termasuk pelabuhan. Kalau infrastruktur siap, maka perusahaan skala besar bisa fokus (investasi) di Indonesia," pungkas Ramdani. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.