Sukses

Habibie Alami Psikosomatik Malignant Saat Ditinggal Ainun

Setelah ditinggal Ainun selamanya, Habibie mengalami Psikosomatik malignant. Kata dokter kalau tidak hati-hati dalam mengatasi kesedihannya ia bisa mengikuti jejak istrinya ke liang kubur.

Tak sedikit masyarakat di Indonesia yang mengagumi sosok Bacharuddin Jusuf Habibie atau biasa disapa BJ Habibie. Pria yang pernah meduduki posisi sebagai Presiden Republik Indonesia di tahun 1998 ini dikenal sebagai sosok yang kharismatik, lembut, pintar, penyayang, dan bersahaja.

Sifat penyanyangnya itu terlihat setiap kali beliau didampingi oleh Ainun dalam setiap acara. Jelas tergambar di raut wajahnya, betapa ia sangat menyanyangi Ainun.

Begitu juga waktu Ainun dirawat di rumah sakit dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 20 Mei 2010 karena kanker. Di situasi seperti itu, Habibie senantiasa menemani Ainun di akhir-akhir hidupnya.

Setelah meninggalnya Ainun, banyak yang menilai bahwa Habibie tegar dalam menjalani hari-harinya.

Tapi, tak ada yang tahu bahwa Habibie baru mengetahui istrinya, Ainun, menderita kanker dua bulan sebelum Ainun meninggal dunia. Dan, beberapa hari setelah meninggalnya Ainun, Habibie sempat terkena Psikosomatik malignant.

Pengakuan ini ia sampaikan pada saat menghadiri book signing 'Habibie & Ainun' di toko buku Gramedia, Pondok Indah Mall 1, Minggu (30/12/2012)

"Begini, Ibu Ainun, tanpa saya ketahui, dan diberitahu hanya dua bulan sebelum beliau meninggal, baru saya tahu bahwa ia menderita kanker," kata Habibie kepada sejumlah wartawan.

"Waktu Ibu meninggal, hanya dalam waktu 7 atau 8 hari kemudian saya itu kejebak tengah malam jalan tanpa menggunakan sandal di dalam rumah seperti anak kecil nangis mencari ibunya. Dalam hal itu, tim dokter mengatakan, 'Pak Habibie itu namanya mengalami Psikosomatik malignant. Atau kalau tidak hati-hati dalam kesedihan ia bisa mengikuti jejak istrinya ke liang kubur'," Habibie menambahkan.

Setelah mendengar dari tim dokter bahwa ia menderita Psikosomatik malignant, ia pun harus memilih 4 opsi cara pengobatan untuk ia bisa sehat seperti semula.

Kalau dilihat, pilihan-pilihan itu terdengar sangat menakutkan. Seperti, harus masuk rumah sakit jiwa, tinggal di rumah dengan pengawasan dokter, mencurahkan isi hati ke orang terdekat atau dengan cara menyelesaikannya sendiri.

Habibie pun mengatakan, "Kalau ingin menjadi sehat, ada 4 option yang diberikan. Pertama, masuk rumah sakit Psikiatri atau rumah sakit gila. Kedua, saya tinggal di rumah ada tim dokter datang. Ketiga, saya curhat. Curhat kepada kawan-kawan ibu, dokter, atau kawan-kawan saya yang dokter, atau siapa saja. Keempat, saya selesaikan sendiri di mana saya curhat kepada jiwa dan diri saya sendiri. Saya tulis, saya ambil option keempat".

Dengan gayanya yang santai, ia pun memberikan contoh bahwa apa yang akan ia jalani adalah dengan cara me-restart dirinya sendiri.

"Kalau Anda punya laptop, dan laptop itu hang, apa yang dilakukan saudara?," tanya Habibie.

"Restart." jawab para wartawan.

Restart itulah yang dilakukan oleh Habibie. Habibie beranggapan bahwa sejatinya manusia terdiri dari dua elemen. Yaitu, perasaan dan rasio.

Jika kedua elemen itu bersinergi dengan baik maka akan menghasilkan hal yang baik pula untuk diri sendiri.

"Karena manusia terdiri dari dua elemen  yang menetukan. Yang satu namanya perasaan atau emosi, yang satu namanya rasio atau akal. Kedua itu harus bersinergi. Bersinergi berarti satu tambah satu bukan dua. Tapi, satu tambah satu menjadi dua ratus atau dua ribu. Tapi, kalau tidak hati-hati, satu tambah satu bisa menjadi minus dua ratus, minus dua ribu, dan itu sinergi negatif," Habibie menjelaskan.

Pada saat Habibie terkena Psikosomatik malignant, dirinya sedang menuju kepada sinergi negatif. Yang mana dalam hal ini organ-organnya dirugikan, rusak. Akibat dari itu, tiga bulan kemudian akan mengikuti jejak istrinya, Ainun.

Makanya itu, Habibie harus segera keluar dari situasi tidak mengenakkan itu dengan cara me-restart dirinya.

Waktu ditanya bagaimana cara me-restartnya, Habibie menjawab, "Restart pada waktu pertama kalinya saya ketemu ibu, bukan pertama kali saya kenal. Saya kenal ibu, beliau umur 12 saya umur 13. Karena ibu saya dan ibunya Ibu Ainun kawan. Tetapi, pertama kali saya melihat beliau adalah pertama kali saya berlibur dari Eropa. Usianya 24 tahun dan saya 25 tahun. Saya melihat pertama kali dan berpandang mata saya merasakan perasaan yang tidak pernah saya rasakan. Saya rasa demikian ibu juga. Nah, di situ saya mulai Back to date, karena itu saya tulis semua. Ternyata saya bisa sehat . Sudah 3 tahun. Lumayan, kan? Hari ini persisnya 960 hari ibu sudah berpisah dengan saya." (ADT/IGW)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.