Menjejaki Sejarah Islam di Raja Ampat, Sudah Ada Sejak Abad ke-15

Perkampungan muslim pertama di Raja Ampat sudah berdiri pada tahun 1512.

oleh Katharina Janur diperbarui 17 Mei 2020, 14:20 WIB
Kampung Lopintol, kampung muslim tertua di Teluk Mayalibit, Pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. (Liputan6.com/Hari Suroto/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat merupakan kabupaten kepulauan, dengan empat pulau besar yakni Waigeo, Salawati, Batanta dan Misool.

Sesuai dengan kondisi geografinya, Kepulauan Raja Ampat terletak pada suatu daerah perairan laut yang kaya dengan hasil laut, antara lain berbagai jenis ikan, kulit bia lola, kulit penyu, mutiara, teripang dan rumput laut dan keindahan sejumlah pantainya.

Hutan Kepulauan Raja Ampat juga memiliki fauna endemik yaitu burung Cenderawasih. Kekayaan alam inilah yang memainkan peranan penting dalam perdagangan antar pulau pada masa lalu, dari sejumlah daerah di Indonesia, termasuk dari Kesultanan Maluku Utara.

Ini juga yang diperkirakan agama Islam di Raja Ampat diperkenalkan oleh kesultanan Maluku Utara, tidak lama setelah agama Islam diterima di Maluku Utara pada masa terbentuknya sistem kesultanan pertama di Ternate oleh Sultan Zainal Abidin pada akhir abad ke-15.

Berdasarkan sumber laporan pelaut Portugis pada abad ke-16, tercatat beberapa perkampungan Islam di Kepulaun Raja Ampat sekitar tahun 1500-an

“Meski jumlahnya tidak banyak, perkampungan muslim pertama di Raja Ampat sudah berdiri pada tahun 1512 di Pulau Misool,” kata Hari Suroto, peneliti Balai Arkeologi Papua.

Pengaruh kesultanan Maluku Utara yaitu Ternate, Tidore dan Bacan di Raja Ampat, selain agama Islam juga dapat dilihat pada struktur kemasyarakatan di Kepulauan Raja Ampat dengan kepemimpinan raja.

 

2 dari 2 halaman

Gelar dan Penghormatan

Pemuda Palestina mengenakan masker di tengah pandemi COVID-19 saat menggantung lampu hias di dinding ketika umat Muslim bersiap memulai bulan Ramadan di Yerusalem timur, 21 April 2020. Umat Islam Palestina mulai menyalakan lampu hias untuk menyambut malam Ramadan. (Ahmad GHARABLI/AFP)

Dalam sistem kemasyarakatan yang berlaku secara turun temurun di Raja Ampat dikenal tingkatan-tingkatan seperti raja, bangsawan dan orang biasa.

“Gelar-gelar di Raja Ampat yang mendapat pengaruh dari sultan Maluku Utara yaitu Kapita Laut, Dumlaha, Mirino, Jojau, Ukum, Korano, dan Sangaji,” kata Hari.

Selain gelar-gelar yang digunakan dalam struktur pemerintahan di Raja Ampat, pengaruh sultan-sultan Maluku Utara juga terlihat terlihat atribut pakaian para pegawai raja yaitu kain surban, selendang dan sepasang kain.

Atribut-atribut ini pada masa lalu diterima sebagai hadiah atau dibeli dari sultan-sultan Maluku Utara. Atribut-atribut ini juga dapat membedakan seorang pegawai raja dengan rakyat biasa.

Pengaruh budaya Islam di Raja Ampat juga terlihat penggunaan rebana sebagai alat musik. Perkampungan muslim di Raja Ampat juga dapat diketahui dari masyarakatnya yang memelihara kambing.

“Kambing sangat berperan dalam perayaan Idul Adha maupun tradisi Islam lainnya,” jelasnya.

Hubungan yang terjadi antara Raja Ampat dan sultan-sultan di Maluku Utara lebih mengarah pada hubungan persaudaraan, layaknya hubungan kakak beradik.

Salah satu penghormatan dari rakyat Raja Ampat  kepada Sultan Tidore ataupun sebaliknya, biasa dilakukan dengan pemberian hadiah atau gelar istimewa, serta berbagai jenis kain, perkakas besi, manik-manik, keramik.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya