Sukses

Bos Google: Kecerdasan Buatan Lebih Penting dari Sumber Listrik

Menurut CEO Google Sundar Pichai, kecerdasan buatan kelak akan lebih dibutuhkan ketimbang sumber utilitas penunjang lainnya.

Liputan6.com, Mountain View - CEO Google Sundar Pichai, baru-baru ini mengeluarkan uneg-unegnya soal teknologi kecerdasan buatan (AI, Artificial Intelligence).

Diketahui, Google memang menjadi salah satu perusahaan teknologi yang begitu getol mengadopsi kecerdasan buatan dan menjadikannya sebagai fondasi utama untuk setiap produk.

Menurut Pichai, kecerdasan buatan kini telah menjadi salah satu 'kebutuhan' bagi umat manusia. Meski belum bisa melihat dampak secara keseluruhan, ia optimistis ke depannya kecerdasan buatan bisa menjadi hal utama untuk membantu kehidupan manusia.

Bahkan, pria berkacamata ini menilai kecerdasan buatan kelak bisa menjadi salah satu 'sumber' yang lebih penting dari sumber-sumber utilitas lainnya.

"Kecerdasan buatan adalah salah satu dari beberapa hal penting yang tengah dikembangkan umat manusia. Mungkin nanti ia akan menjadi hal yang lebih dibutuhkan ketimbang sumber listrik dan api," ujar Pichai dalam wawancaranya bersama Recode seperti dikutip The Verge, Senin (22/1/2018).

Dengan demikian, ia menambahkan, pentingnya kecerdasan buatan tentu bisa berperan besar pada dunia, seperti bisa menjadi hal yang menyelamatkan isu perubahan iklim, atau bahkan menjadi teknologi yang dapat menyembuhkan penyakit berat, seperti kanker.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kecerdasan Buatan Jadi Ancaman?

Adapun sejumlah petinggi perusahaan teknologi dan beberapa ilmuwan, mengaku khawatir dengan keberadaan kecerdasaan buatan. Di antaranya seperti Elon Musk dan Stephen Hawking.

Menurut Hawking, kecerdasan buatan bisa berdampak negatif pada sektor pekerjaan--khususnya pekerjaan kelas menengah.

"Keberadaan kecerdasan buatan dan automatisasi teknologi akan mengikis profesi kelas menengah. Jika dibiarkan, ini akan menciptakan ketidaksetaraan yang buruk serta risiko pergolakan industri pekerjaan yang besar," kata Hawking sebagaimana dikutip dari Business Insider.

Pria lulusan Universitas Oxford itu menuturkan, sistem automatisasi teknologi yang kini diterapkan banyak perusahaan besar sebetulnya memang memudahkan proses manufaktur yang tadinya dilakukan manusia.

Namun implementasi tersebut diibaratkan seperti mata pisau. "Proses manufaktur industri yang tadinya dilakukan secara tradisional akan berubah total. Namun profesi kelas menengah seperti pekerja pabrik yang tadinya diperkerjakan untuk itu, tak lagi akan dibutuhkan. Ke mana mereka nanti akan bekerja?" tutur ia menambahkan.

3 dari 3 halaman

Regulasi Harus Ditetapkan

Dalam kesempatan lain, Musk berpendapat pemerintah, instansi terkait, dan pihak berwajib harus menetapkan regulasi yang mengatur kecerdasan buatan agar tidak kelewatan.

Dalam pidatonya di sebuah pertemuan nasional di Rhode Island, CEO Tesla dan SpaceX itu menyebut, pemerintah harus membuat regulasi terkait kecerdasan buatan sebelum terlambat.

"Hingga orang melihat robot turun ke jalan dan membunuh orang-orang, mereka tidak tahu bagaimana harus bereaksi," kata Musk berkomentar.

Musk juga menambahkan, kecerdasan buatan adalah kasus langka, sehingga saya rasa kita harus proaktif membuat regulasi, bukannya reaktif. Kalau reaktif terhadap kecerdasan buatan, hal itu akan terlambat."

Dengan begitu ia mendesak regulasi terkait kecerdasan buatan harus dibuat sekarang karena sifatnya yang birokratis. "Peraturan dibuat untuk selamanya. Kecerdasan buatan adalah risiko mendasar bagi keberadaan peradaban manusia," pungkasnya.

(Jek/Cas)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.