Sukses

Serangan WannaCry Diibaratkan Pencurian Rudal Tomahawk

Serangan ransomware WannaCry pada akhir pekan lalu di berbagai negara, diibaratkan rudal Tomahawk yang dicuri dari militer AS.

Liputan6.com, Jakarta - Serangan ransomware WannaCry pada akhir pekan lalu di berbagai negara, diibaratkan seperti peluru kendali (rudal) Tomahawk yang dicuri dari militer Amerika Serikat (AS).

Karena itu, Presiden Microsoft Brad Smith menilai bahwa penyebaran malware ini seharusnya bisa menjadikan pemerintah lebih peduli terhadap kerentanan pada sebuah sistem.

Menurut Smith, serangan WannaCry ini dapat menjadi alasan baru bagi pemerintah untuk menganggap "penimbunan kerentanan" adalah sebuah masalah. Windows XP adalah sistem operasi (OS) lawas yang dapat dieksploitasi oleh ransomware tersebut.

"Pemerintah di dunia harus menganggap serangan ini sebagai sebuah panggilan. Pemerintah harus peduli dengan kerugian yang dialami warga sipil akibat penimbunan kerentanan dan penggunaan eksploitasi tersebut. Skenario ini diibaratkan seperti misil Tomahawk yang dicuri dari militer AS," tulis Smith di sebuah blog, seperti dikutip dari The Guardian, Senin (15/5/2017).

Pejabat keamanan di seluruh dunia saat ini tengah mencari tahu siapa dalang di balik penyerangan terhadap 200 ribu komputer pengguna dan pabrik, Rumah Sakit (RS) dan sekolah, menggunakan software berbahaya, yang diyakini dicuri dari National Security Agency (NSA) AS. Malware itu "mengunci" komputer di 150 negara.

Badan anti-kriminal Eropa, Europol, mengatakan bahwa ancaman WannaCry akan meningkat dan diperkirakan jumlah korban kemungkinan bertambah di sektor swasta dan publik, menyusul orang-orang kembali bekerja pada hari ini.

Sejumlah pakar keamanan mengatakan, penyebaran WannaCry memang telah melambat, tapi jedanya kemungkinan hanya sebentar. Malware itu kemungkinan bisa menyebabkan "malapetaka" baru pada hari ini. Versi terbaru malware tersebut diperkirakan akan muncul.

"Ini (serangan WannaCry) akan menjadi besar, tapi masih terlalu dini untuk berbicara mengenai kerugiannya karena kita belum tahu seberapa besar serangan tersebut," kata eksekutif keamanan, Mark Weatherford.

(Din/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini