Sukses

Detik-Detik Menegangkan Perburuan Paus Lamalera

Perburuan paus merupakan bagian dari tradisi lokal warga Lamalera, warisan dari leluhur. Ada kearifan lokal yang terkandung.

Liputan6.com, Kupang - Matahari kian terik, sementara beberapa nelayan di Kampung Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), bergegas mempersiapkan alat tikam dan perahu mereka.

Pagi itu, nelayan Lamalera hendak mengadakan perburuan terhadap paus yang merupakan bagian dari tradisi lokal warga setempat. Perburuan paus diwariskan sejak zaman dahulu kala dari leluhur mereka.

Setelah mempersiapkan peralatan, Lamafa atau juru tikam bersama beberapa nelayan lainnya mulai naik perahu kecil, menyusuri wilayah perairan Lamalera.

Setelah beberapa menit menyusuri lautan, pandangan nelayan ini tertuju pada segerombolan paus yang melakukan akrobat laut. Sesekali mamalia laut itu meluncur ke udara, dan jatuh ke air laut.

Ini merupakan pertanda baik bagi nelayan-nelayan Lamalera yang telah sekian lama mempersiapkan tombak mereka untuk menikam sang raksasa laut itu. Perburuan pun dimulai.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Juru Tikam

Tak jarang, dalam perburuan hewan laut itu diwarnai aksi kejar-kejaran antara paus dan perahu kecil nelayan. Jika paus mulai muncul ke permukaan, Lamafa atau juru tikam yang berdiri di ujung depan perahu kecil itu langsung menancapkan tombaknya ke arah paus.

Hal tersebut dilakukan secara berulang sampai paus benar-benar mati dan ditarik perahu para nelayan menuju ke kawasan pantai. Ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat Lamalera yang sudah diwariskan secara turun-temurun.

Paus yang didapat dari hasil perburuan itu dipercaya sebagai Knato atau kiriman dari Tuhan dan para leluhur. Biasanya sebelum dilakukan penangkapan, warga Lamalera akan melakukan ritual adat yang dimulai dari Batu Paus.

"Ritual ini merupakan tradisi nenek moyang kami," ujar Felix Limalean Beding seorang Lamafa yang sempat diwawancarai Liputan6.com, Sabtu, 10 Maret 2018.

3 dari 4 halaman

Hasil Perburuan Paus Lamalera

Menurut Felix, perburuan paus yang dilakukan oleh nelayan Lamalera sejak Jumat, 9 Maret 2018, telah berhasil menangkap tiga ekor paus sekaligus. Dalam aksi perburuan paus kali ini, nelayan Lamalera menggunakan beberapa perahu menyusuri kawasan perairan sekitar Lamalera.

"Lamafa (juru tikam) dari perahu Dolu Tene yang pertama kali menikam  paus itu," tambah Felix.

Sementara paus kedua, menurut Felix, ditikam oleh lamafa dari perahu Santa Rosa (Nara Tene) yang berasal dari suku Lamakera (Keraf) dibantu dua perahu lainnya. Sedangkan paus ketiga ditikam oleh lamafa perahu Baka Tene dari suku Tufaona tanpa dibantu perahu lainnya.

Dia mengatakan, dalam perburuan paus kali ini, para nelayan masih menggunakan alat penangkap tradisional Lamalera.

"Penangkapan paus ini dilakukan secara tradisional oleh nelayan Lamalera," katanya.

Juru tikam (Lamafa) Felix Lamalean juga mengatakan hasil penangkapan paus kali ini rencananya akan dibagikan juga kepada janda dan fakir miskin serta dibarter kepada warga desa tetangga yang membawakan hasil buminya, seperti jagung dan umbi-umbian.

"Tidak hanya pemilik perahu, tapi juga dibagikan kepada warga di desa itu," katanya.

Perburuan  paus menggunakan tombak memang sudah menjadi budaya yang dilakukan secara turun-temurun bagi warga Lamalera.

4 dari 4 halaman

Paus-Paus Terdampar

Adapun Situs Wisata Tulang Ikan Paus di Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata diresmikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, pada 2016 lalu.

Situs wisata ini juga diketahui warga setempat menjadi bukti migrasi paus di perairan Teluk Nuhanera, sebelah utara Pulau Lembata, Provinsi NTT sejak tiga dekade terakhir.

Kepala Desa Watodiri, Goris Waleng mengatakan, paus dengan panjang rangka sekitar 20 meter ini ditemukan terdampar pada tahun 2014.

"Tapi sebelumnya, ikan paus ini pernah masuk ke satu lokasi khusus berupa kubangan kecil di sekitar perairan ini kurang lebih sekitar tahun 1940-an atau 1930-an,” ujar Goris kepada Liputan6.com, Sabtu, 10 Maret 2018.

Dia menuturkan, pada periode berikutnya sekitar tahun 1960 paus ditemukan terdampar lagi di Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape Timur.

"Tulangnya ada di Jontona, sementara yang terakhir di Desa Watodiri pada tahun 2014," kata Goris.

Meski demikian, hingga saat ini, Goris mengatakan, secara ilmiah belum ditemukan alasan kenapa setiap tahun paus selalu kembali ke kubangan kecil di teluk tersebut.

"Sementara menurut penuturan nenek moyang kami, setiap kali pulang dari laut lepas, paus-paus itu selalu singgah di kubangan tersebut," kata Goris.

Goris menambahkan, pada tahun anggaran 2018 ini, pihaknya merencanakan optimalisasi Situs Wisata Tulang Ikan Paus ini.

"Selain sebagai situs wisata, kami bercita-cita menjadikan situs ini sebagai tempat belajar dan penelitian generasi muda yang akan datang," terang Goris.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.