Sukses

Penganiaya Ulama di Bandung Ternyata Bekas Santrinya Sendiri

Selain diduga mengalami gangguan mental, penganiaya ulama tak lain adalah bekas santri di ulama itu sendiri.

Liputan6.com, Bandung - Asep Ukin (50), penganiaya ulama pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayat, KH Umar Basri diduga pernah mondok di pesantren milik korban. Pelaku diduga mengalami gangguan jiwa, ia juga kerap memukuli kakaknya sendiri.

"Setahu saya memang Asep pernah mondok di sana (Ponpes Al-Hidayat), sudah lama gila, kakaknya sendiri pernah dipukuli," ujar Kades Jangkurang, Agus Sophanudin, saat ditemui, Selasa (30/1/2018).

Menurut Agus, mental dan sikap pelaku sudah lama dikenal labil, bahkan dalam beberapa kesempatan saat penyakit pelaku kambuh (gila), warga sekitar pernah dikejar dan dipukuli.

"Orangnya kambuhan kadang stres, kadang normal. Warga masyarakat sering dikejar-kejar sama pelaku," kata dia.

Anak Momong (alm) tersebut berasal dari keluarga pesantren, di Kampung Pangantingan, Desa Jangkurang, Kecamatan Kadungora. Sang Kakak Iyang merupakan kiai di kampung, pun dengan Yayat dan Yayang, kedua adik pelaku, yang termasuk mahir dalam bidang ilmu agama.

"Mungkin dia gila karena tidak kesampaian jadi ulama, infonya begitu," kata dia.

Menurut Agus, saat muda, penganiaya ulama itu diketahui warga sekitar, pernah mondok bersama kakak dan adiknya di Pesantren Al-Hidayat pimpinan KH Umar Basri yang menjadi korban pemukulan. Namun, entah alasan apa, pelaku akhirnya tidak menamatkan pendidikan pondok pesantrennya.

"Saat pulang itulah kelakuan pelaku berubah, sejak tahun 1986 saja memang sudah begitu (gila)," ujar dia.

Ihwal penganiayaan ulama yang menggemparkan kalangan pesantren tradisional itu, Agus mengaku mengetahui informasi dari media sosial yang memperlihatkan foto korban. "Saya lihat kayak warga saya, setelah dicek benar," tuturnya.

Sebelum kejadian berlangsung, imbuh dia, pelaku Asep diketahui pulang pergi di sekitar pondok pesantren milik kiai sepuh ahli tafsir Alquran tersebut.

"Memang dia sering jalan-jalan tidak karuan, mungkin sekarang ingat ke pesantrennya dulu," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pelaku Dikenal Sakit Jiwa

Agus menyatakan, pelaku memang sudah lama dikenal sakit jiwa, bahkan pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua, Bandung, Jawa Barat. Namun, hingga kini, penyakitnya itu tidak kunjung sembuh. "Pengobatan alternatif pun pernah dicoba," dia menambahkan.

Selama ini, lanjut dia, pelaku tinggal bersama ibunya di Kampung Pangantingan, Desa Jangkurang, Kecamatan Kadungora. Bahkan, tak jarang, saat ada pekerjaan atau proyek pembangunan yang dilakukan pihak desa, pelaku kerap bergabung.

"Kalau ada proyek minta jatah, tidak mengganggu, cukup diberi sebatang rokok saja dia mau kerja," kata dia.

Sebelumnya, KH Umar Basri atau yang biasa dipanggil Mama Santiong di kalangan santrinya, ditemukan berlumuran darah akibat pukulan dan hantaman benda tumpul, Sabtu pekan lalu. Pelaku yang belakangan diketahui gila, langsung melarikan diri usai kejadian itu.

Beruntung, nyawa Pimpinan Pesantren Al Hidayah, yang berada di Kampung Santiong, Desa Cicalengka Kulon, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat itu, masih terselamatkan.

Hingga kini, kasusnya masih ditangani pihak kepolisian. Pelaku ditangkap pada Minggu lalu di Musala Mufatolah yang berjarak sekitar dua kilometer dari Masjid Al Hidayah, tempat kejadian perkara.

3 dari 3 halaman

PBNU Minta Polisi Ungkap Motif Penganiayaan

Adapun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas meminta polisi mengungkap motif penganiayaan terhadap pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka, Bandung, KH Umar Basri.

"Kami berharap Polri mengusut secara mendalam dan segera mengungkap tuntas motif penganiayaan tersebut," kata Robikin seperti dilansir Antara, Minggu, 28 Januari 2018.

Namun, kata dia, polisi juga tetap harus mengedepankan perundangan dalam pengusutan kasus ini. Termasuk dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

PBNU mengapresiasi sekaligus berterima kasih kepada polisi yang berhasil menangkap pelaku penganiayaan terhadap kiai berusia 60 tahun tersebut selepas salat subuh pada Sabtu, 27 Januari 2018.

Robikin mengimbau warga NU tidak terpancing dan berpikir menyelesaikan kekerasan dengan kekerasan atau main hakim sendiri. Sebab, sikap seperti itu tidak sesuai kaidah moral dan ajaran NU, juga jauh dari nilai peradaban.

"Mari kita percayakan pengungkapan dan penanganan perkara penganiayaan ini kepada Polri sesuai mekanisme hukum yang berlaku," kata Robikin.

Dia pun mengajak semua pihak untuk terus mengembangkan Islam moderat dan toleran yang telah terbukti mampu menjaga harmoni kehidupan sosial dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.

"Suatu ajaran agama sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW," kata Robikin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.