Sukses

Selamat Jalan Penyair 'Bangsat', Darmanto Jatman

Darmanto, penulis yang sukses meramu tiga tradisi yang berkembang. Bahasa sastra, ilmu pengetahuan, dan media massa diramu dengan apik.

Liputan6.com, Semarang - Penyair nyentrik berambut kribo yang juga budayawan Semarang, Darmanto Jatman, meninggal dunia di RSUP dr Kariadi Semarang. Selain dikenal sebagai penyair dan budayawan, Darmanto juga menjadi Guru Besar Emeritus di Universitas Diponegoro, Semarang.

Kepala Humas Universitas Diponegoro, Nuswantoro Dwiwarno menyebutkan bahwa Darmanto meninggal hari Sabtu, 13 Januari 2018, pukul 17.00 WIB. Sebelum meninggal dunia, Darmanto mengalami stroke dan beberapa kali dirawat di Rumah Sakit.

"Sudah dirawat di rumah sakit sejak 3 Januari 2018. Strokenya sudah membaik, tapi penyebab turunnya kondisi beliau adalah infeksi kandung kemih," kata Nuswantoro.

Penyair Darmanto Jatman dilahirkan di Jakarta, 16 Agustus 1942. Di Undip, dia merintis dan mendirikan Jurusan Psikologi. Jabatan terakhir Darmanto adalah kepala program studi dan dikukuhkan sebagai guru besar pada usia 65 tahun.

Menurut Nuswantoro, Darmanto juga ikut mengajar di fakultas lain, seperti Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip. Hal ini tak lepas dari kehebatannya sebagai seorang penyair, budayawan, dan pakar filsafat.

"Psikologi Keluarga menjadi salah satu ciri khas Fakultas Psikologi Undip dibanding perguruan tinggi lain. Ini adalah berkat jasa beliau yang menempatkan tentang pentingnya peran keluarga dalam perkembangan kejiwaan," kata Nuswantoro.

Darmanto Jatman adalah alumnus Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Ia pernah mendirikan Teater Kristen Yogya dan Studiklub Sastra Kristen Yogya.

Saat ini, jenazah Darmanto disemayamkan di rumah duka Jalan Menoreh Raya Nomor 75, Semarang dan rencananya akan dimakamkan di Pemakaman Undip, tetapi waktunya masih dibahas keluarga.

Rumah Darmanto dipenuhi para pelayat seniman, budayawan, rohaniwan, dan para penyair Semarang dan kota-kota lain.

"Ada rencana dimakamkan di Pemakaman Undip, tetapi pastinya masih menunggu kepastian dari keluarga. Sebab, anaknya yang berada di Australia baru sampai di Indonesia besok (Minggu) sore pukul 16.00 WIB," kata Nuswantoro.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Meramu Budaya Jawa dan Barat

Dalam dunia sastra, berbagai puisi sudah dibukukan. Sejak tahun 1965, jalan sepi kepenyairannya sudah didokumentasikan, mulai dari Sajak-Sajak Putih (1965) bersama Jajak MD dan Dharmadi Sosropuro, Sajak Ungu (1966) bersama A. Makmur Makka, dan pernah menyutradarai beberapa pementasan teater.

Darmanto juga sering diundang membacakan puisinya di forum-forum internasional. Festival Puisi Adelaide, Austria (1980), International Poetry Reading di Rotterdam, Belanda (1983) yang kemudian dibukukan. Itu hanya sedikit acara bergengsi yang pernah dia hadiri.

Selain diterbitkan bersama penyair lain, puisi-puisi Darmanto juga dibukukan dalam antologi Sajak-Sajak Manifes (1968), Bangsat (1975), Ki Blaka Suta Bla Bla (1980), Karto Iyo Bilang mBoten (1981), Sang Damanto (1982), dan Golf Untuk Rakyat (1995).

Darmanto di mata murid dan teman-teman seprofesi tetap dianggap sebagai guru. Dosen FISIP Undip Amirudin Ma'ruf menilai bahwa sosok Darmanto adalah penulis yang sukses meramu tiga tradisi yang berkembang. Sastra, ilmu pengetahuan, dan media massa dengan ramuan pas sehingga menghasilkan karya indah.

"Karyanya yang multilingualis-populis sukses menggabungkan perspektif kejawaan dengan ilmu modern dan semesta dunia wayang," kata Amirudin.

 

3 dari 3 halaman

Polemik Golf untuk Rakyat

Pemikiran Darmanto dalam bidang psikologi, dibukukan dalam Psikologi Jawa (1997). Dalam buku itu, Darmanto sukses mentransformasikan "Ilmu Jiwa Kramadangsa" dari sebuah ngelmu (ilmu perilaku) menjadi sebuah teori baru sebagaimana teori kepribadian Sigmund Freud.

Darmanto juga dikenal sangat gigih melawan ketidakadilan dan perilaku tak seharusnya para penyelenggara negara. Kumpulan puisi Golf untuk Rakyat adalah salah satu bentuk sikap Darmanto atas berbagai penggusuran. Puisi ini diciptakan ketika ramai ada penggusuran hunian warga untuk pembangunan lapangan golf.

Sajak Golf Untuk Rakyat ini pernah dilarang untuk dibaca. Saat itu, Darmanto Jatman diundang oleh Linus Suryadi dkk untuk acara pembacaan puisi di Purna Budaya, Bulak Sumur, Yogyakarta.

Tiba-tiba beberapa polisi datang dan mereka menyatakan bahwa sajak itu dilarang untuk dibaca karena suasana di Yogyakarta saat itu sedang kritis. Adanya pembangunan lapangan golf memicu protes masyarakat dengan unjuk rasa.

Pasalnya, pembangunan lapangan golf itu sendiri menyebabkan banyak orang termarjinalisasi dan sengsara akibat penggusuran.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.