Sukses

Rompi Merah dari Jaksa untuk 2 Pimpinan DPRD Sulbar

Rompi merah diberikan jaksa kepada dua pimpinan DPRD Sulbar. Dua rompi merah lainnya menunggu untuk dikenakan dua pimpinan lainnya.

Liputan6.com, Makassar Dua pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Barat (Sulbar) resmi mengenakan rompi tahanan berwarna merah milik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Senin (11/12/2017).

Dua pimpinan DPRD Sulbar yang ditahan tersebut adalah Andi Mappangara selaku Ketua DPRD Sulbar dan Hamzah Hapati Hasan selaku Wakil Ketua DPRD Sulbar.

"Keduanya ditahan selama 20 hari di Lapas Klas 1 Makassar sembari menunggu perampungan berkas penuntutan nantinya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar, Salahuddin.

Upaya penahanan terhadap keduanya, kata Salahuddin, telah memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Syarat yang dimaksud yakni syarat objektif maupun subjektif.

Pertimbangan subjektif karena penyidik khawatir tersangka akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana yang ada. Sedangkan, pertimbangan syarat objektif didasarkan pada ancaman pidana kasus yang menjerat keduanya itu antara lima atau lebih dari lima tahun.

"Salah satu alasan karena seperti syarat subjektif, yakni sebelumnya tersangka tidak proaktif dalam memenuhi pemanggilan penyidik. Bahkan, tersangka sudah tiga kali mangkir ketika diberikan panggilan pemeriksaan dalam proses penyidikan sehingga kita lakukan penahanan," kata Salahuddin.

Sementara, dua orang unsur pimpinan DPRD Sulbar lainnya yang juga mangkir dalam panggilan hari ini, kata Salahuddin, akan dijemput paksa.

"Ada dua yang mangkir, yakni Munandar Wijaya dan Harun, di mana keduanya adalah Wakil Ketua DPRD Sulbar. Kita akan jemput paksa karena sudah dua kali panggilan mereka tak penuhi," ujar Salahuddin.

Terpisah, penasihat hukum kedua tersangka, Harfan Halim Banna mengatakan, pihaknya akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Dalam hal ini, kata dia, penyidik Kejati Sulselbar sudah menjalankan proses hukum secara profesional.

"Kami hanya meminta berkas perkaranya segera dirampungkan agar tidak menunggu lama dilimpahkan ke persidangan tipikor. Kalau tak salah, persidangannya nanti di Pengadilan Tipikor Sulbar," ujar Harfan.

 

 

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar menetapkan empat orang pimpinan DPRD Sulawesi Barat (Sulbar) menjadi tersangka dugaan korupsi penyelewengan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sulbar tahun 2016 sebesar Rp 360 miliar, Rabu, 4 Oktober 2017.

Keempat pimpinan DPRD Sulbar tersebut adalah Andi Mappangara selaku Ketua DPRD Sulbar, Munandar Wijaya sebagai Wakil Ketua DPRD Sulbar, Hamzah Hapati Hasan sebagai Wakil Ketua DPRD Sulbar, dan Harun sebagai Wakil Ketua DPRD Sulbar.

Penetapan tersangka diumumkan setelah penyidik Kejati Sulselbar memeriksa para saksi secara intensif, antara lain ada dari para anggota DPRD Sulbar, pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Sulbar, pejabat pengadaan, pemilik perusahaan, dan pihak-pihak terkait lainnya.

"Keempat tersangka merupakan unsur pimpinan DPRD Sulbar yang diduga patut bertanggung jawab terhadap sejumlah dugaan penyimpangan dalam proses penyusunan dan pelaksanaan APBD Sulbar tahun anggaran 2016," kata Jan S Maringka, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar sebelumnya.

Dalam kasus tersebut, kata Jan, para tersangka dalam kedudukannya sebagai unsur pimpinan DPRD Sulbar telah menyepakati besaran nilai pokok anggaran sebesar Rp 360 miliar pada 2016.

Anggaran yang terealisasi tersebut lalu dibagi-bagi oleh para tersangka selaku pimpinan maupun anggota DPRD Sulbar lainnya yang berjumlah 45 orang.

"Anggaran sebesar Rp 80 miliar untuk kegiatan di Dinas PU-PR, Disnakbud, Sekretariat Dewan serta sisanya tersebar di berbagai SKPD lain di Provinsi Sulbar dan Kabupaten se-Sulbar. Sedangkan, sisanya disisipkan ke tahun anggaran 2017," tutur Jan.

Tak hanya itu, dari hasil penyidikan, para tersangka juga dinilai sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan memasukkan pokok-pokok pikiran dalam pembahasan APBD 2016 seolah-olah bagian dari aspirasi masyarakat.

Belakangan diketahui, pembahasan APBD tersebut tanpa melalui proses dan mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2016 tentang pedoman pembahasan anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah.

"Anggaran tersebut dibahas dan disahkan pada hari yang sama tanpa melalui pembahasan sebelumnya, baik dalam komisi maupun dalam rapat rapat badan anggaran serta paripurna," ujar Jan.

Anggaran yang bersumber dari APBD itu lalu digunakan tersangka dengan cara meminjam perusahaan dan menggunakan orang lain sebagai penghubung. Di antaranya, ada yang berasal dari tim sukses, keluarga, atau kerabat serta orang kepercayaannya.

"Anggaran digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya. Melainkan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi. Sehingga atas perbuatannya tersebut negara sangat dirugikan," ucap Jan.

Para tersangka yang merupakan pimpinan DPRD Sulbar itu dijerat dengan Pasal 12, Pasal 3 Jo Pasal 64 UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.